PENDAHULUAN
Ilmu
adalah nikmat Allah yang sangat besar, karena dengan ilmu manusia dapat
menunjukan kekhalifahannya di muka bumi, ilmu sangat berperan penting dalam
pembentukan karakter seseorang serta ilmu juga menjadi bukti hasil dari akal
manusia, yang mana hal itu menujukan kesempurnaan manusia dibandingkan dengan
makhluk yang lain.
Begitu
mulianya ilmu bagi manusia disisi Allah SWT , sehingga Allah pun menyebutkan
dalam sebuah firmannya : يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا
العلم درجات (Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat ).[1] Ayat tersebut seringkali menjadi motivasi bagi
umat muslim agar giat menuntu ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu pendidikan
umum.
Dalam
ayat tersebut terlihat bahwa ilmu sangat erat kaitannya dengan iman,
diantaranya :
1. Gerak
gerik dan perilaku manusia akan ditentukan oleh kualitas ilmunya. Hali ini
karena iman pada hakikatnya juga harus
menumbuhkan perasaan tersebut, dengan demikian , maka ilmu itu sendiri pada
hakikatnya adalah iman, karena ia juga mengankat derajat dan kualitas manusia.
2. Ilmu
yang tidak dibangun dan dibesarkan atas dasar ilmu, maka iman itu adalah
kredil, tidak berpotensi dan tidakmampu membuahkan dinamika menuju perubahan
dan pencerahan masa depan kehidupan.[2]
Tentu
saja penjelasan Al Qur’an tentang ilmu tidak hanya terbatas dalam suarat Al
Mujadilah ayat 11 tersebut, masih banyak keterangan-keteranagn dalam Alqur’an
tentang ilmu. Namun dalam makalah ringkas ini penulis lebih lanjut akan mebahas
keutamaan ilmu menurut prespektf hadist, sebagaimana sudah kita ketahui bersama
bahwa hadis merupakan sumber hokum islam kedua setelah alquran dan menjadi
penjelas atasnya. Serta misi utama nabi
muahammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia maka hal itu pasti tak
lepas kaitannya dengan masalah ilmu .
namun dewasa ini sangat banyak terdapat hadist-hadist dhaif (lemah) bahkan
maudhu’ (palsu) yang dijadikan sumber hokum oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Jadi dalam makalah ini penulis berusaha melampirkan beberapa
hadist yang berkaitan dengan ilmu disertai pertanggung jawabab akademis,
walaupun tidak sebanyak hadis-hadis yang dinukil/dikumpulkan oleh pemakalah
yang lain, tetapi makalah ini adalah wujud dari usaha penulis dalam menyusun
makalah yang murni (bukan hasil plagiasi), tetapi disisi lain penulis juga
sadar bahwa hal tersebut juga merupakan keterbatasan penulis.
berangkat dari hal tersebut penulis mencoba
merumuskan beberapa hal :
1. Bagaimanakah
Definisi ilmu ?
2. Bagaimana
pernyataan Hadist tentang keutamaan ilmu ?
3. Apa
saja syarat-syarat menuntut dan menghasilkan manfaat ilmu ?
4. Apa
saja Manfaat ilmu ?
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Sebagai
telaah pendidikan khususnya dalam bidang hadist.
2. Sebagi
sarana diskusi mengenei keutamaanmenuntut ilmu
3. Sebagai
salah satu upaya pemenuhan tugas mata kuliah hadist
4. Agar
dapat mengetahuai dan mengamalkan prinsip-prisnsip menuntut ilmu sesuai dengan
tuntunan Al qur’an dan hadist.
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
ILMU
Secara etimologi
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab العلم yang dalam bahasa
Indonesia berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala bentuk yang berasal dari
akar kata tersebut selalu menunjuk kepada kejelasan.[3]
Ilmu juga dapat diartikan tahu (paham), sebagaimana
asal katanya yaitu عَلِمَ yang artinya
mengetahui. Sedangkan pengertiannya menurut istilah :
العلم صفة ينكشف
بها المطلوب انكشافا تامّا (ilmu adalah suatu sifat, yang dengan sifat tersebut sesuatu yang
dituntut bisa terungkap dengan sempurna).[4]
Sebagaimana
kutip oleh M. Alfatih Suryadilaga dari kitab Mu’jam Al-mufahras Li Alfadzi Al
qur’an karya Muhammad Fuad Abd Al Baaqi
bahwa didalam Al-qur’an secara keseluruhan ayat yang menyinggung masalah ilmu
sebanyak 704 kali. [5]
Dan menurut Dr. M Quraish Shihab, M.A kata ilmu dengan berbagai bentuknya
terulang 854 kali dalam Al-qur’an,[6] hal
tersebut membuktikan bahwa konsep ilmu dalam
islam yang tertuang di Al-qur’an banyak dibahas, dan juga meggambarkan bahwa
ilmu dan islam adalah satu kesatuan yang tidak biasa dipisahkan, menuntut ilmu
adalah kewajiban, maka menjadi jelas menuntut ilmu juga perintah agama.
Kesempurnaan agama seseorang ( muslim) adalah dari ilmunya. Oleh karena itu
seorang muslim apapun kapasitas
keilmuannya paling tidak harus memahami persoalan keagamaan atau amalan
keseharian sebagai manifestasi keimanannya pada Allah SWT. Hal tersebut
berkaitan erat dengan status manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Ilmu juga
merupakan kumpulan pengetahuan, namun kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut
ilmu harus memiliki syarat-syarat tertentu, syarat yang dimaksud adalah obyek
material dan obyek formal. Yang dimaksud obyek material disini adalah sesuatu
yang dijadikan sasaran pemikiran, diselidiki dan dipelajari. Obyek material
mencakup apa saja baik hal-hal yang bersifat konkrit ataupun abstrak. Sedangkan
obyek formal adalah cara memandang atau cara meninjau yang dilakukan oleh
seorang peneliti terhadap obyek materialnya.[7]
Dr. Quraish Shihab, M.A memandang bahwa obyek ilmu meliputi materi dan non
materi, fenomena dan non fenomena bahkan ada wujud yang jangankan dilihat,
diketahui oleh manusiapun tidak.[8]
Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan akal manusia juga terbatas seperti
persoalan tentang ruh manusia tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.
Kewajiban
menuntut ilmu tidak hanya diterangkan dalam Al-qur’an tetapi juga banyak
hadist-hadis Nabi yang mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Dalam kitab shahih Bukhari misalnya bab
tentang ilmu banyak menukil hadist Rasulullah SAW yang keseluruhan kumpulan
hadist-hadist tersebut adalah shahih. Pencapaian ilmu tidak lepas dari rahmat
Ilaahi, proses tersebut memiliki muatan makna yang identik dengan suatu alat
untuk memahami realita dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek dalam
terminology islam berbeda dengan reason, karena pengertian intelek dalam islam
tidak semata-mata berkaitan dengan rasionalisme tetapi jua dengan wahyu,
sehingga bagi seorang muslim kegiatan
ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya dari ibadah dan Tuhan (Allah) .
Orang yang berilmu adalah orang yang paham persoalan-persoalan yang menjadi
tanggung jawab seorang muslim dihadapan Allah SWT. Selain itu sebagai ciri
orang yang berilmu adalah berpegang teguh kepada Al-qur’an dan hadist,
memahaminya dan mengamalkannya. Ibadah tanpa disertai ilmu adalah tidak ada
nilainya.
2. HADIST TENTANG KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Hadist tentang keutamaan menuntut
ilmu banyak sekali dikutip oleh para ulama, diantaranya adalah hadist yang nukil oleh syaikh Zarnujy dalam kitab ta’limul muta’alim, Rasulullah SAW bersabda
:
طَلَبُ
اْلِعلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ [9]
“Bahwasanya menuntut ilmu itu sangat
diwajibkan bagi setiap orang islam ( laki-laki dan perempuan”.
Dari hadist tersebut sangatlah
jelas bahwa kewajiban untuk menuntut ilmu, khususnya ilmu agama islam adalah kewajiban individual bagi umat isalam, tidak ada batasan
hanya untuk laki-laki saja ataupun hanya
untuk perempuan, tidak hanya yang muda saja atau yang tua, tidak hanya si kaya,
tidak hanya si miskin ataupun hal yang membatasi lainnya. Tidak seorang pun
yang meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena ilmu itu khusus
dimiliki umat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan bisa dimiliki
binatang. Dengan ilmu pengetahuan Allah Ta'ala mengangkat derajat Nabi Adam as.
Diatas para malaikat. Oleh karena itu, malaikat di perintah oleh Allah agar
sujud kepada Nabi Adam as.
Kedudukan ilmu begitu penting, Karena ia sebagai
perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima
kedudukan terhormat disisi Allah, dan keuntungan yang abadi. Sebagaimana
dikatakan Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya :
تعلّم فانالعلم زين لاهل
# وفضل
وعنون لكل المحا مد
وكن مستفيدا كل يوم زيادة
# من العلم وا سبح في بحورالفوئد
تفقّه فان الفقه افضل قا ئد #
الى البرّ والتقوىواعدل قاصد
هو العلم الهاد الى سنن الهدى
# هو الخصن ينجى من جميع الشدائد
فان فقيها واحدا متورعا #
اشدّ على الشيطان من الف عابد[10]
#”Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias
bagi pemiliknya. ia keutamaan, dan pertanda segala pujian,
#Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di
lautan faidah (ilmu yang berguna).
#Belajarlah ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang paling unggul.
Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa, ilmu paling lurus untuk
di pelajarai.
#Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni
jalan petunjuk. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan.
#Maka sesungguhnya satu orang yang ahli ilmu agama dan
bersifat wara' lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi
bodoh.”
Ilmu juga
menjadi tanda bahwa seseorang tersebut dikehendaki baik oleh Allah SWT,
khususnya ilmu agama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
من
يريد الله به خيرا يفقّهه فى الدين
“Barang siapa
dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai ilmu agama”.
(HR. Bukhari).[11]
Dalam kitab
shahih bukahari juga diceritakan bahwa sahabat umar bin khatab juga turut serta
memerintahkan umat islam untuk menuntut ilmu sebagaimana ucapan beliau “Belajarlah
ilmu agama yang mendalam sebelum kalian dijadikan pemimpin, sesungguhnya para
sahabat Nabi masih terus belajar pada waktu usia mereka sudah lanjut.” Dalam bab
ilmu imam bukhari menyertakannya dengan
persoalan hikmah, hal tersebut menunjukan bahwa ilmu dan hikamah mempunyai
kaitan yang sangat erat. Orang yang mempunyai ilmu dan juga hikmah pasti
memutuskan segala perkara dengan bijak serta menghasilkan banyak kebaikan. Abdullah
bin mas’ud berkata :” Nabi SAW bersabda, tidak boleh iri hati kecuali pada
dua hal yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu ia
menggunakannya dalam kebenaran dan seorang laki-laki yang diberi hikmah oleh
Allah dimana ia memutuskan perkara dan mengajarkannya”.[12]
Hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah akal, dengan akal
manusia dapat menerima ilmu, maka antara manusia yang berilmu dengan yang tidak
berilmu pastilah tidak sama, karena dengan ilmunya manusia akan dapat
memikirkan segala ciptaan Allah SWT. Allah berfirman :
قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون
إنما يتذكر أولوا الألباب
Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran (QS Az Zumar:9).[13]
Menurut para ilmuan pertanyaan
seperti dalam Ayat tersebut dikenal
dengan pertanyaan retoris, yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban
karena jawabannya sudah diketahui sebelum pertanyaan itu ada.
Ketika
membicarakan tentang “menuntut ilmu” kita tidak bisa melepaskannya dari
membahas “keutamaan orang yang berilmu (‘alim/ulama). Rasulullah tidak pernah menyampaikan sesuatu
kecuali datangnya dari Allah, sebagaimana bahwa salah satu fungsi hadist adalah
untuk menafsirkan ayat-ayat Al qur’an, maka tidaklah mungkin apa yang
disampaikan oleh Rasulullah tersebut berlawanan dengan Al qur’an. Begitu juga
tentang penjelasan keutamman orang yang berilmu, sebagaimana sabda Nabi yang
diriwayatkan oleh imam At tirmizdy, dari
jalan Nasr bin Ali dia berkata , telah bercerita kepada kami Khalid bin Yazid
Al Ataki dari Abu Ja’far Ar Razi dari Ar rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik dia
berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa keluar dalam rangka menuntut
ilmu maka dia berada dijalan Allah sampai dia kembali.”[14]
Begitu utamanya
orang-orang yang berilmu (ulama) , maka
suatu kerugian bagi umat islam jika
ditinggalkan oleh mereka karena dengan wafatnya orang yang berilmu itu juga
berarti dicabutnya lmu oleh Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu
hadist :
حدثنا
اسماعيل بن ابي اويس قال حدثني مالك عن هشام بن عروة عن ابيه عن عبد الله ابن عمرو
بن العاص قال سمعت رسول الله ص.م يقول انّ الله لا يقبض العلم انتزاعا, ينتزعه
من العباد , ولكن يقبض العلماء , حتّي اذا لم يبق عالما , اتّخذ الناس رءوسا
جهّالا فسئلو , فافتو بغير علم , فضلّو واضلّو ا ( رو اه البخا ري ) [15]
Artinya :
“Ismail bin Abi Uwais telah
menyampaikan berita kepada kami dimana ia menuturkan bahwa malik telah
menyampaikan berita kepadaku yang bersumber dari Hisyam dari urwah dari ayahnya
(Zubair) dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata : Rasulullah SAW besabda :
sesungguhnya Allah SWT tidak akan menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara
mencabutnya dari dada umat manusia, tetapi Allah menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara mewafatkan para
ulama, sehingga tak ada seorang ulamapun
yang tertinggal, kemudian kemudian manusia mengangkat pemimpin mereka orang
yang bodoh, ketika mereka ditanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga
mereka tersesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhari)
Menurut para ilmuan hadis, hadist diatas
tidak hanya diriwayatkan oleh imam bukhari tetapi juga imam muslim, imam At
tirmidzi dan Ibnu Majah. Sehingga tidak ad kontroversi tentang kesahihan hadist
tersebut. Ada beberapa kosakata ( mufradat ) yang menurut penulis perlu
ditekankan untuk diketahui, diantaranya
:
لا
يقبض : tidak akan menghilangkan
رءوسا
: pemimpin-pemimpin
لم
يبق : tidak tersisa
جهّا
لا : orang-orang yang bodoh
فافتوا
: mereka berfatwa
فضلّواواضلّوا
: mereka
sesat dan menyesatkan
Berikut
adalah urutan sanad hadist tentang dicabutnya ilmu agama :
رسول
الله ص . م
|
عبداالله
بن عمرو بن العاص
|
عروة
|
هشام
بن عروة
مالك |
اسماعيل
بن ابي اويش
|
Kemudian
hadist tersebut diriwatkan oleh salah satunya adalah imam Bukahri maka beliau
adalah ulama yang terakhir meriwayatkan hadist tersebut ( mukhaarij Al Hadist
).
Adapun Asbabu Al wurudi Al hadist (
sebab-sebab) turunnya hadist tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad
dan At thabrany dari Abu Umamah, katanya : “selesai melakukan haji wada’ , Nabi
SAW bersabda , “ambilah ilmu sebelum ia ditarik atau diangkat!”. Seorang Arab
Baduwy bertanya: ” bagaimana mungkin ilmu diangkat, padahal ditengah-tengah
kami ada mushaf (Al Qur’an), kami mempelajarinya dan kami mengetahuinya, kemudian
kami mengajarkan kepada istri-istri dan anak-anak kami, demikian pula kepada
para pelayan kami.” Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dan beliau hampirkan
kepada orang itu karena marahnya. Beliau bersabda : “inilah yahudi dan nashrani,
dikalangan mereka ada mushaf tetapi
mereka tak mempelajarinya. Sesungguhnya Allah akan mengankat ilmu………….(dan
seterusnya). [16]
Isi kandungan dari hadist diatas
adalah menunjukan agaimana mulianya kedudukan orang berilmu dalam pandangan islam. Wafatnya seorang ulama saja
berarti kerugian bagi umat. Mngidupkan ilmu dalam islam pada hakikatnya adalah dengan cara
mempelajari dua sumber hukum utamanya,
yaitu Al qur’an dan hadist, dari situlah sumber segala ilmu yang harus disertai dengan mengamalkannya. Maka bertanya tentang agama
kepada orang yang tidak berilmu sudah sangat jelas dilarang dalam islam. Karena
orang yang tidak berilmu ( bodoh) tidak hanya dirinya sendiri yang sesat tetapi
dia juga menyesatkan orang lain. Karena kebenaran ilmu merupakan kebenaran
ilmiah yang temporal (berhubungan dengan waktu) sedangkan kebenaran agama
adalah kebenaran absolut. Ibarat pepatah: “science without religion is
blind, religion without science is lame” yang berarti ilmu tanpa agama akan
buta dan agama tanpa ilmu akan lumpuh. (Albert Einstein).[17]
3.
SYARAT-SYARAT
MENUNTUT ILMU
Dalam kitab ta’limul muta’allim,diterangkan
dalam syair sahabat Ali bin Abi Thalib :
الالاتنال العلم الا بستة * سأنبيك عن مجموعها ببيان
الالاتنال العلم الا بستة * سأنبيك عن مجموعها ببيان
Tak bisa kau raih ilmu, tanpa memakai 6 senjata
Kututurkan ini padamu, akan jelaslah semuanya.
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة * وارشاد استاذ وطول زمان
Cerdas, loba dan sabar, jangan lupa mengisi
saku
Sang guru mau membina, kau sanggup sepanjang
waktu [18]
Dari keterangan diatas terkandung beberapa syarat seseorang dalam menuntut ilmu dan agar memperoleh kemanfaatan atasnya, yaitu :
Yang dimaksud cerdas disini bukanlah
cerdas yang dipahami sebagai secara sempit, namun cerdas disini adalah sebagai kemampuan
dan kemauan untuk berfikir, berusaha, dan berdoa untuk belajar dan mencari
kemanfaatan ilmu. Kecerdasan juga dapat diartikan kesehatan secara psikis yang
dapat menimbulkan keinginan dan kesemangatan
untuk belajar.
2. Tamak, (tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat).
Ilmu tidak akan habis dengan sebab
begitu banyak orang yang mencarinya, maka dalam hal ini manusia dihimbau agar
tidak pernah puas dengan ilmu yang didapatnya, justru semakin manusia pandai
seharusnya ia semakin merasa bodoh karena sadar bahwa pengetahuannya belum
seberapa, diatas langit masih ada langit setidaknya begitulah ungkapan bahwa
manusia jangan pernah merasa selesai mencari ilmu apalagi sampai bersifat
sombong akan ilmunya yang tidak ada bandingannya dengan ilmu yang Allah
sediakan.
3. Sabar
Manusia dalam menuntut ilmu pasti
dihadapkan dengan tantangan dan ujian yang tidak ringan, satu usai yang lain
menyusul seolah begitulah gambaran dari rentetan para pencari ilmu. Dari hal
tersebut jika manusia ingin mendapatkan ilmu dan manfaatnya maka sabar menjadi
kuncinya. Tidak mudah menyerah dan tidak mudah putus asa, dengan terus berdoa
akan pertolongan Allah SWT.
Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan, begitulah logikanya. Jika dalam kesabaran seperti diatas manusia lebih sering berkorban perasaan, namun kaitannya dengan syarat menuntut ilmu maka manusia juga harus merelakan sebagian hartanya demi tujuannya merengkuh ilmu. Dewasa ini khususnya di Indonesia berbagai pihak telah berupaya membantu dalam memenuhi biaya pendidikan, termasuk pemerintah. Memang tidak bisa dipungkiri biaya pendidikan memang mahal, namun hal tersebut pasti ada solusinya, khususnya pendidikan dasar Sembilan tahun dengan bebas biaya adalah salah satu contoh upaya pemerintah dalam mewujudkan cita-cita meratanya pendidikan bagi anak bangsa jadi tidak ada alasan tidak bisa memenuhi syarat-syarat menuntut ilmu dengan alasan tidak adanya biaya.
5. Dalam bimbingan guru
Dalam belajar manusia membutuhkan guru yang mampu
mengajarinya dan mengarahkannya bagaimana prosesnya dalam menuntut ilmu.
Manusia tidak boleh hanya mengharapkan ilmu laduni dari Allah yang sangat
jarang dijumpai pada umumnya.
6. Lama dalam menuntut ilmu/menuntut ilmu dalam waktu yang
lama.
Ilmu kasbi tidak bisa didapatkan
dengan cara yang instan, maka dari itu dibutuhkan waktu yang relative lama,
dalam pendidikan dasar misalnya, tidak cukup ditempuh dengan waktu satu atau
dua tahun tetapi pendidikan dasar nasional sekarang harus ditempuh dengan kurun
waktu Sembilan tahun. Begitu juga pendidikan non formal seperti pondok
pesantren, agar dapat menghasilkan ilmu dan juga merasakan manfaatnya,
seseorang tidak bisa menempuhnya dengan waktu yang sebentar, meskipun memenag
tidak ada batasan sampai kapan sebenarnya menuntut ilmu diwajibkan.
4.
MANFAAT ILMU
Setiap ilmu dengan masing-masing bidang
pasti mempunyai manfaat, karena manfaat kebaikan ilmu itu sangat tidak
terbatas. Namun dari prespektif agama hubungannya dalam pandangan Al qur,an dan
hadist dapat kita ambil pelajaran diantarnya sebagai berikut :
1. Yang utama adalah ilmu sebagai
pelengkap iman. Dengan ilmu manusia dapat memperbaiki kualitas ibadahnya kepada
Allah SWT dengan begitu Allah akan mengangkat deratnya.
2. Ilmu adalah syarat muthlaq dan alat
untuk memperbaiki dan meningkatkan sumber daya manusia, agar manusia dapat
membuat hidupnya sejahtera.
3. Dengan ilmu manusia akan dapat menganalisa
dirinya, siapa dirinya, siapa Allah, bagaimana statusnya dihadapan Allah, apa
yang sudah bisa ia lakukan untuk dirinya sendiri, keluarga, agama serta
negaranya dan berbagai analisa yang
lain.
4. Dengan ilmu juga manusia dapat
saling menghormati, menjaga persaudaraan dan juga kebersamaan. Sebagaimana
diceritakan dalam Asbabu Al nuzul surat Al Mujadilah ayat 11, bahwa pada saat
itu ahli perang badar datang ke suatu majlis yang penuh sesak. Para sahabat
nabi SAW yang berada ditempat itu lebih dulu tidak mau memberikan tempat duduk
kepada yang para sahabat yang baru datang (ahli badar), sehingga mereka
terpaksa harus berdiri . lalu Rasulullah menyuruh mereka yang sudah lebih dulu
datang untuk berdiri dan ahli badar
disuruh duduk ditempat mereka. Tetapi (pada awalnya) mereka merasa tersinggung.
Maka turunlah ayat tersebut sebagai perintah kepada orang-orang mu’min untuk
mentaati perintah Rasulullah SAW dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama
mu’min.[19]
dari peristiwa tersebutlah kita dapat mengambil pelajaran pentingnya ilmu untuk
menjaga persaudaraan, kebersamaan bahkan persatuan dan kesatuan umat isalam
bangsa dan Negara.
PENUTUP
Secara istilah ilmu
didefinisikan sebagai suatu sifat, yang
dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna.
Ilmu juga dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang wajib dimiiki oleh
umat manusia khususnya umat muslim. penjelasan Allah tentang keutamaan orang yang berilmu salah satunya terdapat
dalam surat Al Mujadilah:11, kewajiban menuntut ilmu juga didasarkan pada sabda
Rasulullah SAW “ Menuntut ilmu itu sangat diwajibkan bagi umat islam
(laki-laki dan perempuan).”
Setiap orang
dalam prosesnya menuntut ilmu, ia harus memenuhi beberapa syarat untuk
kelancaran proses belajarnya sehingga dapat memperoleh maanfaat ilmu. Ilmu
sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, dengan ilmu juga umat islam dapat
memperbaiki kualitas ibadahnya. Ilmu juga bagian yang sangat sentraldalam
kesadaran untuk menjaga persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Demikianlah
makalah singkat yang dapat kami persembahkan, semoga bermanfaat serta banyak
kesalahannya kami mohon maaf. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan
Terjemahnya, Surat Almujadilah: 11,
Sinar Baru Algensindo,( Bandung: 2010).
Munir,
Ahmad, Tafsir Tarbawi, (Yogykarta: Teras,2008).
Juwariyah, Hadis
Tarbawi, (Yogyakarta: teras, 2010).
Suryadilaga, M. Fatih, Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis, (Yogyakarta:
Teras, 2009).
Sihab, Quraish, Wawasan
Al-qur’an, (Ebook, tt).
Muzairi, Filsafat
Umum, (Yogyakarta: teras, 2009).
Az Zarnujy, Syaikh, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: Pustaka
Ilmu, tt).
Al Bukhari, Muhammad bin Isma’il , Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 2002).
Al Tirmidzy, Muhammad bin ‘Isa bin Sarwat , Sunan At Tirmidzy,Juz V, tt.
Alfiah
Dan Zalyana AU, Hadis Tarbawi, (Pekanbaru Riau: Zanafa Publishing,
2011).
Fautanu,
Idzam, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Referensi, 2012), hlm. 213.
As Suyuthi,
Jalaluddin, Lubabu Al Nuquul Fi
Asbaabi Al Nuzuul, (Muassasatu Al Kitab Al Tsaqoofiyyah, 2002).
[1] Al Qur’an dan Terjemahnya,
Surat Almujadilah: 11, Sinar Baru
Algensindo,( Bandung: 2010), hlm.1171.
[2] Ahmad Munir, Tafsir
Tarbawi, (Yogykarta: Teras,2008),hlm. 111
[3] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi,
(Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 79.
[4]Juwariyah, Hadis Tarbawi,
(Yogyakarta: teras, 2010), hlm. 139.
[5] M. Fatih Suryadilaga, Konsep
Ilmu Dalam Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 101
[6] Quraish Shihab, Wawasan
Al-qur’an, (Ebook, tt), hlm. 426.
[7] Muzairi, Filsafat Umum,
(Yogyakarta: teras, 2009), hlm. 11-12.
[8] Quraish Shihab, Wawasan
Al-qur’an, (Ebook, tt), hlm. 428.
[9] Syaikh Az Zarnujy, Ta’limul
Muta’alim, (Semarang: Pustaka Ilmu, tt), hlm. 4
[10]
Ibid………………….,hlm. 6-7.
[11] Muhammad bin
Isma’il Al Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002),
hlm. 30.
[12]
Ibid…………………,hlm. 31
[13] Al Qur’an dan Terjemahnya,
Surat Az Zumar: 9, Sinar Baru
Algensindo,( Bandung: 2010), hlm. 964.
[14] Muhammad bin
‘Isa bin Sarwat Al Tirmidzy, Sunan At Tirmidzy,Juz V, tt, hlm. 29.
[15] Muhammad bin
Isma’il Al Bukhari, Shahih Bukhari,
(Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002), hlm. 37.
[16] Alfiah Dan
Zalyana AU, Hadis Tarbawi, (Pekanbaru Riau: Zanafa Publishing, 2011), hlm.
32-33.
[17] Idzam Fautanu,
Filsafat Ilmu, (Jakarta: Referensi, 2012), hlm. 213.
[18] Syaikh Az Zarnujy, Ta’limul
Muta’alim, (Semarang: Pustaka Ilmu, tt), hlm. 15.
[19] Jalaludin
As-Suyuti, Lubaabu Al Nuquul Fi Asbabi Al Nuzul, (Muassasatu Al
Kitab Al Tsaqoofiyyah, 2002), hlm. 256.