Selasa, 23 Juni 2015

SEKILAS TENTANG KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU



PENDAHULUAN
Ilmu adalah nikmat Allah yang sangat besar, karena dengan ilmu manusia dapat menunjukan kekhalifahannya di muka bumi, ilmu sangat berperan penting dalam pembentukan karakter seseorang serta ilmu juga menjadi bukti hasil dari akal manusia, yang mana hal itu menujukan kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Begitu mulianya ilmu bagi manusia disisi Allah SWT , sehingga Allah pun menyebutkan dalam sebuah firmannya :       يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات     (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat ).[1]  Ayat tersebut seringkali menjadi motivasi bagi umat muslim agar giat menuntu ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu pendidikan umum.
Dalam ayat tersebut terlihat bahwa ilmu sangat erat kaitannya dengan iman, diantaranya :
1.    Gerak gerik dan perilaku manusia akan ditentukan oleh kualitas ilmunya. Hali ini karena iman pada hakikatnya  juga harus menumbuhkan perasaan tersebut, dengan demikian , maka ilmu itu sendiri pada hakikatnya adalah iman, karena ia juga mengankat derajat dan kualitas manusia.
2.    Ilmu yang tidak dibangun dan dibesarkan atas dasar ilmu, maka iman itu adalah kredil, tidak berpotensi dan tidakmampu membuahkan dinamika menuju perubahan dan pencerahan masa depan kehidupan.[2]
Tentu saja penjelasan Al Qur’an tentang ilmu tidak hanya terbatas dalam suarat Al Mujadilah ayat 11 tersebut, masih banyak keterangan-keteranagn dalam Alqur’an tentang ilmu. Namun dalam makalah ringkas ini penulis lebih lanjut akan mebahas keutamaan ilmu menurut prespektf hadist, sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwa hadis merupakan sumber hokum islam kedua setelah alquran dan menjadi penjelas atasnya.  Serta misi utama nabi muahammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia maka hal itu pasti tak lepas kaitannya dengan masalah   ilmu . namun dewasa ini sangat banyak terdapat hadist-hadist dhaif (lemah) bahkan maudhu’ (palsu) yang dijadikan sumber hokum oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Jadi dalam makalah ini penulis berusaha melampirkan beberapa hadist yang berkaitan dengan ilmu disertai pertanggung jawabab akademis, walaupun tidak sebanyak hadis-hadis yang dinukil/dikumpulkan oleh pemakalah yang lain, tetapi makalah ini adalah wujud dari usaha penulis dalam menyusun makalah yang murni (bukan hasil plagiasi), tetapi disisi lain penulis juga sadar bahwa hal tersebut juga merupakan keterbatasan penulis.
 berangkat dari hal tersebut penulis mencoba merumuskan beberapa hal :
1.    Bagaimanakah Definisi ilmu ?
2.    Bagaimana pernyataan Hadist tentang keutamaan ilmu ?
3.    Apa saja syarat-syarat menuntut dan menghasilkan manfaat ilmu ?
4.    Apa saja Manfaat ilmu ?
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1.    Sebagai telaah pendidikan khususnya dalam bidang hadist.
2.    Sebagi sarana diskusi mengenei keutamaanmenuntut  ilmu
3.    Sebagai salah satu upaya pemenuhan tugas mata kuliah hadist
4.    Agar dapat mengetahuai dan mengamalkan prinsip-prisnsip menuntut ilmu sesuai dengan tuntunan Al qur’an dan hadist.

PEMBAHASAN
  1. DEFINISI ILMU
Secara etimologi Kata ilmu berasal dari bahasa Arab  العلم yang dalam bahasa Indonesia berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala bentuk yang berasal dari akar kata tersebut selalu menunjuk kepada kejelasan.[3] Ilmu juga dapat diartikan  tahu (paham), sebagaimana asal katanya yaitu عَلِمَ yang artinya mengetahui. Sedangkan pengertiannya menurut istilah :
العلم صفة ينكشف بها المطلوب انكشافا تامّا (ilmu adalah suatu  sifat, yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna).[4]
Sebagaimana kutip oleh M. Alfatih Suryadilaga dari kitab Mu’jam Al-mufahras Li Alfadzi Al qur’an karya  Muhammad Fuad Abd Al Baaqi bahwa didalam Al-qur’an secara keseluruhan ayat yang menyinggung masalah ilmu sebanyak 704 kali. [5] Dan menurut Dr. M Quraish Shihab, M.A kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-qur’an,[6] hal tersebut membuktikan  bahwa konsep ilmu dalam islam yang tertuang di Al-qur’an banyak dibahas, dan juga meggambarkan bahwa ilmu dan islam adalah satu kesatuan yang tidak biasa dipisahkan, menuntut ilmu adalah kewajiban, maka menjadi jelas menuntut ilmu juga perintah agama. Kesempurnaan agama seseorang ( muslim) adalah dari ilmunya. Oleh karena itu seorang muslim apapun  kapasitas keilmuannya paling tidak harus memahami persoalan keagamaan atau amalan keseharian sebagai manifestasi keimanannya pada Allah SWT. Hal tersebut berkaitan erat dengan status manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Ilmu juga merupakan kumpulan pengetahuan, namun kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut ilmu harus memiliki syarat-syarat tertentu, syarat yang dimaksud adalah obyek material dan obyek formal. Yang dimaksud obyek material disini adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, diselidiki dan dipelajari. Obyek material mencakup apa saja baik hal-hal yang bersifat konkrit ataupun abstrak. Sedangkan obyek formal adalah cara memandang atau cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap obyek materialnya.[7] Dr. Quraish Shihab, M.A memandang bahwa obyek ilmu meliputi materi dan non materi, fenomena dan non fenomena bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusiapun tidak.[8] Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan akal manusia juga terbatas seperti persoalan tentang ruh manusia tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.
Kewajiban menuntut ilmu tidak hanya diterangkan dalam Al-qur’an tetapi juga banyak hadist-hadis Nabi yang mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu.  Dalam kitab shahih Bukhari misalnya bab tentang ilmu banyak menukil hadist Rasulullah SAW yang keseluruhan kumpulan hadist-hadist tersebut adalah shahih. Pencapaian ilmu tidak lepas dari rahmat Ilaahi, proses tersebut memiliki muatan makna yang identik dengan suatu alat untuk memahami realita dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek dalam terminology islam berbeda dengan reason, karena pengertian intelek dalam islam tidak semata-mata berkaitan dengan rasionalisme tetapi jua dengan wahyu, sehingga bagi seorang muslim kegiatan  ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya dari ibadah dan Tuhan (Allah) . Orang yang berilmu adalah orang yang paham persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawab seorang muslim dihadapan Allah SWT. Selain itu sebagai ciri orang yang berilmu adalah berpegang teguh kepada Al-qur’an dan hadist, memahaminya dan mengamalkannya. Ibadah tanpa disertai ilmu adalah tidak ada nilainya.

2.      HADIST TENTANG KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Hadist tentang keutamaan menuntut ilmu banyak sekali dikutip oleh para ulama, diantaranya adalah  hadist yang nukil oleh syaikh  Zarnujy  dalam kitab ta’limul muta’alim, Rasulullah  SAW  bersabda :
طَلَبُ اْلِعلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ [9]
“Bahwasanya menuntut ilmu itu sangat diwajibkan bagi setiap orang islam ( laki-laki dan perempuan”.

Dari hadist tersebut sangatlah jelas bahwa kewajiban untuk menuntut ilmu, khususnya ilmu agama islam adalah  kewajiban  individual bagi umat isalam, tidak ada batasan hanya untuk laki-laki saja ataupun  hanya untuk perempuan, tidak hanya yang muda saja atau yang tua, tidak hanya si kaya, tidak hanya si miskin ataupun hal yang membatasi lainnya. Tidak seorang pun yang meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena ilmu itu khusus dimiliki umat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan bisa dimiliki binatang. Dengan ilmu pengetahuan Allah Ta'ala mengangkat derajat Nabi Adam as. Diatas para malaikat. Oleh karena itu, malaikat di perintah oleh Allah agar sujud kepada Nabi Adam as.
 Kedudukan ilmu begitu penting, Karena ia sebagai perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat disisi Allah, dan keuntungan yang abadi. Sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya :
تعلّم فانالعلم زين لاهل          #   وفضل وعنون لكل المحا مد
وكن مستفيدا كل يوم زيادة     #   من العلم وا سبح في بحورالفوئد
تفقّه فان الفقه افضل قا ئد       #   الى البرّ والتقوىواعدل قاصد
هو العلم الهاد الى سنن الهدى  #   هو الخصن ينجى من جميع الشدائد
فان فقيها واحدا متورعا         #   اشدّ على الشيطان من الف عابد[10]
 #”Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. ia keutamaan, dan pertanda segala pujian,
#Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan faidah (ilmu yang berguna).
#Belajarlah ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang paling unggul. Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa, ilmu paling lurus untuk di pelajarai.
#Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan.
#Maka sesungguhnya satu orang yang ahli ilmu agama dan bersifat wara' lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh.”

Ilmu juga menjadi tanda bahwa seseorang tersebut dikehendaki baik oleh Allah SWT, khususnya ilmu agama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

من يريد الله به خيرا يفقّهه فى الدين
“Barang siapa dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai ilmu agama”. (HR. Bukhari).[11]
Dalam kitab shahih bukahari juga diceritakan bahwa sahabat umar bin khatab juga turut serta memerintahkan umat islam untuk menuntut ilmu sebagaimana ucapan beliau “Belajarlah ilmu agama yang mendalam sebelum kalian dijadikan pemimpin, sesungguhnya para sahabat Nabi masih terus belajar pada waktu usia mereka sudah lanjut.”  Dalam  bab ilmu imam  bukhari menyertakannya dengan persoalan hikmah, hal tersebut menunjukan bahwa ilmu dan hikamah mempunyai kaitan yang sangat erat. Orang yang mempunyai ilmu dan juga hikmah pasti memutuskan segala perkara dengan bijak serta menghasilkan banyak kebaikan. Abdullah bin mas’ud berkata :” Nabi SAW bersabda, tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu ia menggunakannya dalam kebenaran dan seorang laki-laki yang diberi hikmah oleh Allah dimana ia memutuskan perkara dan mengajarkannya”.[12] Hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah akal, dengan akal manusia dapat menerima ilmu, maka antara manusia yang berilmu dengan yang tidak berilmu pastilah tidak sama, karena dengan ilmunya manusia akan dapat memikirkan segala ciptaan Allah SWT. Allah berfirman :
قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أولوا الألباب
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS Az Zumar:9).[13]
Menurut para ilmuan pertanyaan seperti dalam  Ayat tersebut dikenal dengan pertanyaan retoris, yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah diketahui sebelum pertanyaan itu ada.

Ketika membicarakan tentang “menuntut ilmu” kita tidak bisa melepaskannya dari membahas “keutamaan orang yang berilmu (‘alim/ulama).  Rasulullah tidak pernah menyampaikan sesuatu kecuali datangnya dari Allah, sebagaimana bahwa salah satu fungsi hadist adalah untuk menafsirkan ayat-ayat Al qur’an, maka tidaklah mungkin apa yang disampaikan oleh Rasulullah tersebut berlawanan dengan Al qur’an. Begitu juga tentang penjelasan keutamman orang yang berilmu, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan  oleh imam At tirmizdy, dari jalan Nasr bin Ali dia berkata , telah bercerita kepada kami Khalid bin Yazid Al Ataki dari Abu Ja’far Ar Razi dari Ar rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada dijalan Allah sampai dia kembali.”[14]

Begitu utamanya orang-orang  yang berilmu (ulama) , maka suatu kerugian bagi umat  islam jika ditinggalkan oleh mereka karena dengan wafatnya orang yang berilmu itu juga berarti dicabutnya lmu oleh Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadist :

حدثنا اسماعيل بن ابي اويس قال حدثني مالك عن هشام بن عروة عن ابيه عن عبد الله ابن عمرو بن العاص قال سمعت رسول الله  ص.م  يقول انّ الله لا يقبض العلم انتزاعا, ينتزعه من العباد , ولكن يقبض العلماء , حتّي اذا لم يبق عالما , اتّخذ الناس رءوسا جهّالا فسئلو , فافتو بغير علم , فضلّو واضلّو ا ( رو اه البخا ري )  [15]                   
Artinya :
Ismail bin Abi Uwais telah menyampaikan berita kepada kami dimana ia menuturkan bahwa malik telah menyampaikan berita kepadaku yang bersumber dari Hisyam dari urwah dari ayahnya (Zubair) dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata : Rasulullah SAW besabda : sesungguhnya Allah SWT tidak akan menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara mencabutnya dari dada umat manusia, tetapi Allah menghilangkan  ilmu pengetahuan dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga  tak ada seorang ulamapun yang tertinggal, kemudian kemudian manusia mengangkat pemimpin mereka orang yang bodoh, ketika mereka ditanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhari)

Menurut para ilmuan hadis, hadist diatas tidak hanya diriwayatkan oleh imam bukhari tetapi juga imam muslim, imam At tirmidzi dan Ibnu Majah. Sehingga tidak ad kontroversi tentang kesahihan hadist tersebut. Ada beberapa kosakata ( mufradat ) yang menurut penulis perlu ditekankan untuk  diketahui, diantaranya : 

لا يقبض             :           tidak akan menghilangkan
رءوسا               :           pemimpin-pemimpin
لم يبق                 :           tidak tersisa
جهّا لا                :           orang-orang yang bodoh
فافتوا                  :           mereka berfatwa
فضلّواواضلّوا       :           mereka sesat dan menyesatkan

Berikut adalah urutan sanad hadist tentang dicabutnya ilmu agama :
رسول الله ص . م
 
عبداالله بن عمرو بن العاص
 
عروة

هشام بن عروة

مالك
  
اسماعيل بن ابي اويش


Kemudian hadist tersebut diriwatkan oleh salah satunya adalah imam Bukahri maka beliau adalah ulama yang terakhir meriwayatkan hadist tersebut ( mukhaarij Al Hadist ).
          Adapun Asbabu Al wurudi Al hadist ( sebab-sebab) turunnya hadist tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad dan At thabrany dari Abu Umamah, katanya : “selesai melakukan haji wada’ , Nabi SAW bersabda , “ambilah ilmu sebelum ia ditarik atau diangkat!”. Seorang Arab Baduwy bertanya: ” bagaimana mungkin ilmu diangkat, padahal ditengah-tengah kami ada mushaf (Al Qur’an), kami mempelajarinya dan kami mengetahuinya, kemudian kami mengajarkan kepada istri-istri dan anak-anak kami, demikian pula kepada para pelayan kami.” Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dan beliau hampirkan kepada orang itu karena marahnya. Beliau bersabda : “inilah yahudi dan nashrani, dikalangan mereka ada mushaf  tetapi mereka tak mempelajarinya. Sesungguhnya Allah akan mengankat ilmu………….(dan seterusnya). [16]
              Isi kandungan dari hadist diatas adalah menunjukan agaimana mulianya kedudukan orang  berilmu dalam  pandangan islam. Wafatnya seorang ulama saja berarti kerugian bagi umat. Mngidupkan ilmu dalam  islam pada hakikatnya adalah dengan cara mempelajari dua sumber hukum  utamanya, yaitu Al qur’an dan hadist, dari situlah sumber  segala ilmu yang harus disertai  dengan   mengamalkannya. Maka bertanya tentang agama kepada orang yang tidak berilmu sudah sangat jelas dilarang dalam islam. Karena orang yang tidak berilmu ( bodoh) tidak hanya dirinya sendiri yang sesat tetapi dia juga menyesatkan orang lain. Karena kebenaran ilmu merupakan kebenaran ilmiah yang temporal (berhubungan dengan waktu) sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran absolut. Ibarat pepatah: “science without religion is blind, religion without science is lame” yang berarti ilmu tanpa agama akan buta dan agama tanpa ilmu akan lumpuh. (Albert Einstein).[17]
  3.  SYARAT-SYARAT MENUNTUT ILMU
Dalam kitab ta’limul muta’allim,diterangkan dalam syair sahabat Ali bin Abi Thalib :

الالاتنال العلم الا بستة   *  سأنبيك عن مجموعها ببيان
Tak bisa kau raih ilmu, tanpa memakai 6 senjata
Kututurkan ini padamu, akan jelaslah semuanya.

ذكاء وحرص واصطبار وبلغة  *   وارشاد استاذ وطول زمان
Cerdas, loba dan sabar, jangan lupa mengisi saku
Sang guru mau membina, kau sanggup sepanjang waktu [18]

Dari keterangan diatas terkandung beberapa syarat seseorang dalam menuntut ilmu dan agar memperoleh kemanfaatan atasnya,  yaitu :
1. Cerdas
Yang dimaksud cerdas disini bukanlah cerdas yang dipahami sebagai secara sempit, namun cerdas disini adalah sebagai kemampuan dan kemauan untuk berfikir, berusaha, dan berdoa untuk belajar dan mencari kemanfaatan ilmu. Kecerdasan juga dapat diartikan kesehatan secara psikis yang dapat menimbulkan keinginan dan kesemangatan  untuk belajar.

2. Tamak, (tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat).
Ilmu tidak akan habis dengan sebab begitu banyak orang yang mencarinya, maka dalam hal ini manusia dihimbau agar tidak pernah puas dengan ilmu yang didapatnya, justru semakin manusia pandai seharusnya ia semakin merasa bodoh karena sadar bahwa pengetahuannya belum seberapa, diatas langit masih ada langit setidaknya begitulah ungkapan bahwa manusia jangan pernah merasa selesai mencari ilmu apalagi sampai bersifat sombong akan ilmunya yang tidak ada bandingannya dengan ilmu yang Allah sediakan.

3. Sabar
Manusia dalam menuntut ilmu pasti dihadapkan dengan tantangan dan ujian yang tidak ringan, satu usai yang lain menyusul seolah begitulah gambaran dari rentetan para pencari ilmu. Dari hal tersebut jika manusia ingin mendapatkan ilmu dan manfaatnya maka sabar menjadi kuncinya. Tidak mudah menyerah dan tidak mudah putus asa, dengan terus berdoa akan pertolongan Allah SWT.

4. Mempunyai biaya (bekal untuk menuntut ilmu). 
             Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan, begitulah logikanya. Jika dalam kesabaran seperti diatas manusia lebih sering berkorban perasaan, namun kaitannya dengan syarat menuntut ilmu maka manusia juga harus merelakan sebagian hartanya demi tujuannya merengkuh ilmu. Dewasa ini khususnya di Indonesia berbagai pihak telah berupaya membantu dalam memenuhi biaya pendidikan, termasuk pemerintah. Memang tidak bisa dipungkiri biaya pendidikan memang mahal, namun hal tersebut pasti ada solusinya, khususnya pendidikan dasar Sembilan tahun dengan bebas biaya adalah salah satu contoh upaya pemerintah dalam mewujudkan cita-cita meratanya pendidikan bagi anak bangsa jadi tidak ada alasan tidak bisa memenuhi syarat-syarat menuntut ilmu dengan alasan tidak adanya biaya.
5. Dalam bimbingan guru
Dalam belajar manusia membutuhkan guru yang mampu mengajarinya dan mengarahkannya bagaimana prosesnya dalam menuntut ilmu. Manusia tidak boleh hanya mengharapkan ilmu laduni dari Allah yang sangat jarang dijumpai pada umumnya.

6. Lama dalam menuntut ilmu/menuntut ilmu dalam waktu yang lama.
Ilmu kasbi tidak bisa didapatkan dengan cara yang instan, maka dari itu dibutuhkan waktu yang relative lama, dalam pendidikan dasar misalnya, tidak cukup ditempuh dengan waktu satu atau dua tahun tetapi pendidikan dasar nasional sekarang harus ditempuh dengan kurun waktu Sembilan tahun. Begitu juga pendidikan non formal seperti pondok pesantren, agar dapat menghasilkan ilmu dan juga merasakan manfaatnya, seseorang tidak bisa menempuhnya dengan waktu yang sebentar, meskipun memenag tidak ada batasan sampai kapan sebenarnya menuntut ilmu diwajibkan.

4.                  MANFAAT ILMU

Setiap ilmu dengan masing-masing bidang pasti mempunyai manfaat, karena manfaat kebaikan ilmu itu sangat tidak terbatas. Namun dari prespektif agama hubungannya dalam pandangan Al qur,an dan hadist dapat kita ambil pelajaran diantarnya sebagai berikut :
1.    Yang utama adalah ilmu sebagai pelengkap iman. Dengan ilmu manusia dapat memperbaiki kualitas ibadahnya kepada Allah SWT dengan begitu Allah akan mengangkat deratnya.
2.      Ilmu adalah syarat muthlaq dan alat untuk memperbaiki dan meningkatkan sumber daya manusia, agar manusia dapat membuat hidupnya sejahtera.
3.    Dengan ilmu manusia akan dapat menganalisa dirinya, siapa dirinya, siapa Allah, bagaimana statusnya dihadapan Allah, apa yang sudah bisa ia lakukan untuk dirinya sendiri, keluarga, agama serta negaranya  dan berbagai analisa yang lain.
4.      Dengan ilmu juga manusia dapat saling menghormati, menjaga persaudaraan dan juga kebersamaan. Sebagaimana diceritakan dalam Asbabu Al nuzul surat Al Mujadilah ayat 11, bahwa pada saat itu ahli perang badar datang ke suatu majlis yang penuh sesak. Para sahabat nabi SAW yang berada ditempat itu lebih dulu tidak mau memberikan tempat duduk kepada yang para sahabat yang baru datang (ahli badar), sehingga mereka terpaksa harus berdiri . lalu Rasulullah menyuruh mereka yang sudah lebih dulu datang untuk berdiri  dan ahli badar disuruh duduk ditempat mereka. Tetapi (pada awalnya) mereka merasa tersinggung. Maka turunlah ayat tersebut sebagai perintah kepada orang-orang mu’min untuk mentaati perintah Rasulullah SAW dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama mu’min.[19] dari peristiwa tersebutlah kita dapat mengambil pelajaran pentingnya ilmu untuk menjaga persaudaraan, kebersamaan bahkan persatuan dan kesatuan umat isalam bangsa dan Negara.
  
PENUTUP

Secara istilah ilmu didefinisikan sebagai suatu  sifat, yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Ilmu juga dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang wajib dimiiki oleh umat manusia khususnya umat muslim. penjelasan Allah tentang keutamaan  orang yang berilmu salah satunya terdapat dalam surat Al Mujadilah:11, kewajiban menuntut ilmu juga didasarkan pada sabda Rasulullah SAW “ Menuntut ilmu itu sangat diwajibkan bagi umat islam (laki-laki dan perempuan).”
Setiap orang dalam prosesnya menuntut ilmu, ia harus memenuhi beberapa syarat untuk kelancaran proses belajarnya sehingga dapat memperoleh maanfaat ilmu. Ilmu sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, dengan ilmu juga umat islam dapat memperbaiki kualitas ibadahnya. Ilmu juga bagian yang sangat sentraldalam kesadaran untuk menjaga persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Demikianlah makalah singkat yang dapat kami persembahkan, semoga bermanfaat serta banyak kesalahannya kami mohon maaf. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya, Surat  Almujadilah: 11, Sinar Baru Algensindo,( Bandung: 2010).
Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi, (Yogykarta: Teras,2008).
Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: teras, 2010).
Suryadilaga, M. Fatih,  Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009).
Sihab, Quraish, Wawasan Al-qur’an, (Ebook, tt).
Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: teras, 2009).
Az Zarnujy, Syaikh,  Ta’limul Muta’alim, (Semarang: Pustaka Ilmu, tt).
Al Bukhari, Muhammad bin Isma’il , Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002).
Al Tirmidzy, Muhammad bin ‘Isa bin Sarwat , Sunan At Tirmidzy,Juz V, tt.
Alfiah Dan Zalyana AU, Hadis Tarbawi, (Pekanbaru Riau: Zanafa Publishing, 2011).
Fautanu, Idzam, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Referensi, 2012), hlm. 213.
As Suyuthi, Jalaluddin,  Lubabu Al Nuquul Fi Asbaabi Al Nuzuul, (Muassasatu Al Kitab Al Tsaqoofiyyah, 2002).


[1] Al Qur’an dan Terjemahnya, Surat  Almujadilah: 11, Sinar Baru Algensindo,( Bandung: 2010), hlm.1171.

[2] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogykarta: Teras,2008),hlm. 111
[3] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 79.
[4]Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: teras, 2010), hlm. 139.
[5] M. Fatih Suryadilaga, Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 101
[6] Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Ebook, tt), hlm. 426.
[7] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: teras, 2009), hlm. 11-12.
[8] Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Ebook, tt), hlm. 428.
[9] Syaikh Az Zarnujy, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: Pustaka Ilmu, tt), hlm. 4
[10] Ibid………………….,hlm. 6-7.
[11] Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002), hlm. 30.
[12] Ibid…………………,hlm. 31
[13] Al Qur’an dan Terjemahnya, Surat  Az Zumar: 9, Sinar Baru Algensindo,( Bandung: 2010), hlm. 964.
[14] Muhammad bin ‘Isa bin Sarwat Al Tirmidzy, Sunan At Tirmidzy,Juz V, tt, hlm. 29.
[15] Muhammad bin Isma’il  Al Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002), hlm. 37.
[16] Alfiah Dan Zalyana AU, Hadis Tarbawi, (Pekanbaru Riau: Zanafa Publishing, 2011), hlm. 32-33.
[17] Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Referensi, 2012), hlm. 213.
[18] Syaikh Az Zarnujy, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: Pustaka Ilmu, tt), hlm. 15.
[19] Jalaludin As-Suyuti, Lubaabu Al Nuquul Fi Asbabi Al Nuzul, (Muassasatu Al Kitab Al Tsaqoofiyyah, 2002), hlm. 256.