Senin, 08 Juni 2015

HUBUNGAN ASWAJA DENGAN NU


                    A.    PENGERTAN ASWAJA
Aswaja adalah sebuah singkatan yang umum digunakan dikalangan kaum nahdliyyin, kepanjangannya adalah ahlus sunah waljama’ah . Secara bahasa ahlus sunnah wal jamaah terdiri dari tiga kata, yaitu :
Ahlun bermakna:
1. Keluarga (اَهْلُ الْبَيْت, keluarga dalam rumah tangga)
2. Pengikut (اَهْلُ السُّنَّة, pengikut sunnah)
3. Penduduk (اَهْلُ الْجَنَّةِ, penduduk surga)

As sunnah bermakna segala sesuatu yang disandarkan pada nabi muhammad saw baik berupa ucapan, perbuatan ataupun ketetapan beliau.
Al jamaah bermakna segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi SAW pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat,

Mengenai definisi ahlus sunnah wal jama’ah secara terminology, sebagaimana dikutip oleh Nur Sayid Santoso Kristeva dari pendapat Syaikh Abdul Qadir Al Jailani :” yang dimaksud dengan As sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW ( meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau ). Sedangkan pengertian Al Jamaah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat nabi Muhammad saw pada masa khulafaur rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah Radliyallahu anhum ajma’in” (Al Ghuyah Li Thalibi Thariq Al Haqq, juz ii, hlm.80).[1] hal tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh syakh Abi Al-Fadhi bin Abdussukur bahwa ahlussunnah wal jama’ah yaitu “orang-orang yang selalu berpedoman pada as sunnah nabi saw dan jalan para sahbatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amal-amal lahiriah serta akhlaq hati.” (Al Kawakib Al lamma’ah, hlm8-8).[2]
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw.  bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa  yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan parasahabat, apakah as-Sunah wal Jamaah itu? beliau merumuskan dengan sabdanya:
ما انا عليه اليوم واصحابى
Ahlussunnah Wal jama’ah adalah sesuatu yang berpegang pada sunahku dan kesepakatan para sahabatku.
Dalam sejarahnya   teologi telah melahirkan aliran-aliran teologi yang berbeda pula, dan dewasa ini pengakuan/klaim paham aswaja tidak hanya digembor-gemborkan oleh kaum nahdliyyin ( golongan Nahdlatul ulama) namun berapa aliran klasik ataupun modern (aliran baru) juga juga mengklaim bahwa mereka juga Aswaja. Lantas manakah yang benar ? hal tersebut sering menjadi pertanyaan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Padahal kebenaran aswaja seharusnya tidak hanya dipandang dari segi definisinya saja, tapi bagaimana definisi itu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep pemahaman aswaja yang logis sebenarnya sudah terkumpul dalam konsep dasar  yang saling mengaitkan antara trilogy agama (islam, iman dan ikhsan). Konsep yang dimaksud adalah tawasuth, tasamuh, tawazun dan ta’adul.  Yang dimaksud tawasuth (moderat) adalah sebuah pandangan yang kompherhensif yang tidak terjebak pada hal-hal yang bersifat ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri. Yang dimaksud tasammuh (toleransi) sebuah cara pandang dan juga sikap dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara yang mana umat dapat menghargai dan menghormati adat istiadat dan budaya manusia yang multi kultural. Sedangkan tawazun ( simbang) disini dapat diartikan sebagai sikap yang dapat memperhitungkan antara hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat dan juga status sebagai makhluk Tuhan. Dan ta’adul (adil) adalh suatu sikap dimana kaum aswaja dituntut untuk dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Maka dari hal-hal tersebut diatas berlaku sebuah kaidah fiqh :
 المحافظة على قديم الصالح والاخذ بجديد الاصللاح  (mempertahankan kebaikan-kebaikan yang sudah ada, dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik). Maka sebagai paham keagamaan yang didalamnya harus terkandung prinsip-prinsip yang ideal ( tawasut, tasammuh, tawazun dan ta’adul ) hendaknya orang ataupun kelompok yang mengaku berpaham aswaja dapat mempelakukan budaya secara proporsional (wajar). Tidak mudah mengkafirkan orang- ataupun kelompok yang tidak sepaham baik itu dalam hal furu’iyyah agama islam ataupun bahkan yang tidak seagama (non muslim).
  
B.            SEJARAH SINGKAT NU
Ahlussunnah wal jama’ah adalah sebuah paham yang muncul sebagai respon atas aliran mu’tazilah yang terkesan terlalu rasionalsehingga mengesampingkan sunnah.[3] Sedangkan NU adalah kepanjangan dari Nahdlatul Ulama yang secara harfiyyah berarti kebangkitan para ulama.  NU lahir secara garis besar dilatarbelakangi oleh dua factor, yaitu factor internal (dalam negeri) dan factor ekternal (luar negeri). Adapun factor internalnya adalah penjajahan yang dilakukan oleh bangsa belanda terhadap rakyat dibumi pertiwi, membuat rakyat Indonesia semakin sengsara. Pemerintah colonial belanda dalam usahanya menunjang kebutuhan dalam negeri mereka menerapkan politik kerja paksa untuk menanam tanaman ekspor kepada para petani di Indonesia yang dikenal dengan politik tanam paksa (1830-1870).[4] Sedangkan factor eksternalnya adalah munculnya gerakan wahabisme di Arab Saudi yang bergulat dengan persoalan internal umat islam yaitu reformisme paham tauhid.[5] Ibnu saud sebagai raja arab Saudi pada saat itu berusaha menyeragamkan sluruh paham yang ada di dunia menjadi paham wahabi. Upaya ibnu saud sepertinya juga mendapat respon yang positif dari organisasi-organisasi yang sudah ada di Indonesia seperti al irsyad dan muhammadiyyah, hal tersebut terindikasi dari tidak adanya penolakan sebagai respon atas obsesi ibnu saud tersebut. Dari dua factor tersebutlah Nahdlatul ulama lahir karena dibutuhkan suatu wadah bagi para ulama di Indonesia untuk membina umat islam dan juga memperjuangkan  bumi nusantara dari kekejaman para penjajah, dengan ciri khas NU yaitu berpegang pada nilai-nilai  Ahlus Sunnah Wal Jamaah dengan mengedepankan sikap moderat, toleransi, seimbang dan adil. Dengan sejarahnya yang tidak sebentar akhirnya Nahdlatul ulama lahir dengan mengutamakan kemaslahatan. Nahdlatul ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan  oleh para  ulama pesantren pada 16 rajab 1344 H/ 31 januari 1926 M di Surabaya. pendirinya adalah Hadratus Syaikh KH. Hasyim As’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syansuri, KH. Nawawie Sidogiri, KH. Ridwan Abdullah, dan lain-lain. Tujuan dasar Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal-jamaah dan menurut salah satu dari madzhab empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.[6] Ia merupakan jaringan solidaritas pedesaan yang besar, terdiri dari petani, pedagang kecil, para professional dan para pejabat keagamaan.[7] NU adalah organisasi keagamaan yang sangat patuh dan konsisten dalam menggunakan aswaja sebagai konsepnya. Sehingga NU tidak dapat dilepaskan dari aswaja atau boleh kita katakana ketika menyebutkan NU sama dengan menyebutkan aswaja. Hubungan NU dengan agama yaitu memperkuat pilar-pilar agama yang meliputi islam, iman dan ikhsan. Sedangkan hubungan NU dengan Negara yaitu dengan menjaga empat (4) pilar-pilar Negara yang meliputi NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan GBHN.
C.           HUBUNGAN ASWAJA DENGAN NU
Dalam implementasinya membina umat, NU berpegang pada prinsip-prinsip Aswaja tentang islam iman dan ikhsan, yaitu dalam hal fiqih mengikuti salah satu dari empat madzhab yaitu madzhab Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hambali. Dalam hal teologi mengikuti abu hasan Al asy’ari dan abu mansyur al maturidi dan dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Al Ghazali Dan Imam Junaid Al Baghdadi.
Dari pemaparan diatas kita dapat melihat bahwa antara Aswaja dengan NU adalah satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, konsep serta prinsip yang sama antara keduanya setidaknya dapat kita lihat juga dalam beberapa contoh persoalan sebagai berikut :
1.      Bidang Aqidah
Dalam bidang aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan juga NU meliputi tiga hal, Yang pertama adalah aqidah uluhiyyah (ketuhanan), yang kedua aqidah nubuwwat yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul. Yang ketiga adalah Al ma’ad, yaitu sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari iamat dan setiap manusia akan mendapat imbalan atas amal perbuatannya.
2.      Bidang social plitik
Ahlussunnah Wal Jamaah dan NU memandang Negara sebagai kewajiban fakultatif (fardlu kifayyah). Pandangan tersebut tidak sama dengan golongan yang lain, seperti syiah yang memiliki sebuah konsep Negara dan mewajibkan berdirinya Negara (imamah).
3.      Bidang istnbath Al-Hukun (pengambilan hukum syari’ah)
Ahlussunnah Wal Janaah dan NU menggunakan empat sumber hokum dalam pengambialn hokum syari’ah, yaitu : Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas.
4.      Bidang Tasawuf
Tasawuf adalah menyucikan diri dari apa saja selain Allah. Ketidak terikatan kepada apapun selain Allah SWT baik dalam proses batin ataupun bertingkah laku inilah yang kemudian disebut dengan zuhud. Namun engertian zuhud tersebut bukan berarti manusia hanya sibuk dengan hubungan vertical dengan Tuhannya dan meninggalkan urusan duniawi. Ahlussunnah Wal Jamaah Nahdliyyin (NU) memandang bahwa justru ditengah-tengah kenyataan duniawi posisi manusia sebagai hamba dan fungsinya sebagai khalifah harus diwujudkan. Urusan duniawi yang mendasar bagi manusia adalah seperti mencari nafkah dan juga urusan-urusan yang lain seperti politik, hokum, social, budaya dan lain sebagainya. Dalam tasawuf urusan-urusan tersebut tidak harus ditinggalkan untuk mencapai zuhud. Praktek zuhud adalah didalam batin sementara aktivitas sehari-hari tetap diarahkan untuk mendarmabaktikan segenap potensi manusia agar terwujudnya masyarakat yang baik.


PENUTUP
Aswaja dan NU adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, seringkali kita menyebutkan Aswaja padahal yang dimaksud adalh NU begitu juga sebaliknya. Titik kesamaan antara Aswaja dan NU adalah pada konsep serta prinsip keduanya, konsep Aswaja (tasammuh, tawasut, tawazun dan ta’adul) adalah juga konsep yang konsisten menjadi pegangan NU. Sedangkan prinsip Aswaja mengenai trilogy agama yaitu islam, iman dan ikhsan adalah juga prinsip yang menjadi nilai dasar NU dalam membina umat demi tercapainya kemaslahatan. Namun diakhir materi ini penulis ingin menekankan bahwa Aswaja adalah konsep sekaligus prinsip yang di usung NU oleh para pendirinya, Syaikh Hasyim Asy‘ari dkk  sebagaimana ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, Namun dalam realita dewasa ini tidak semua orang termasuk tokoh NU sepenuhnya mengamalkan doktrin-doktrin Aswaja, contoh misal tokoh NU atau kyai ( maaf penulis tak bermaksud menyinggung) yang menggembor-gemborkan NU juga dalam prakteknya tak sejalan dengan ajaran Aswaja, dalam hal bermasyarakat seringkali seorang kiyai mengabaikan hubungan dengan umat (rakyat kecil), biasanya mereka lebih mengutamakan hubungan dengan orang-orang terpandang seperti pejabat dll, tapi hal ini tidak menjastis bahwa semua tokoh NU/kyai semuanya begitu. Maka persoalan Aswaja hakikatnya adalah kembali pada individu masing-masing, tidak hanya dalam teori tetapi juga prakteknya.[8]

                                                DAFTAR PUSTAKA

Kristeva, Nur Sayyid Santoso , Sejarah Teologi Islam Dan Akar Pemikiran Ahlussunnah Wal Jamaah,(Jogjakarta:pustaka pelajar,2014).
Nasution, Harun, Teologi Islam,(Jakarta: UI Press, 1988).

Haidar, M. Ali , Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia,(Ebook, Pustaka NU Online, tt).
Pustaka NU Online, Gusdur NU Dan Masyarakat Sipil, Ebook, tt.


[1] Nur sayyid santoso kristeva, sejarah teologi islam dan akar pemikiran ahlussunnah wal Jamaah,(Jogjakarta:pustaka pelajar,2014), hlm.3
[2] Ibid…….
[3] Harun Nasution, Teologi Islam,(Jakarta: UI Press, 1988), hlm.65
[4] M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia,(Ebook, Pustaka NU Online, tt), bab III,hlm.3
[5] Ibid…..
[6] Anggaran dasra nu bab IV pasal 5
[7] Pustaka NU Online, Gusdur NU Dan Masyarakat Sipil, Ebook, tt, Page 1.
[8] Hal ini penulis simpulkan dari Mata kuliah Aswaja yang disampaikan oleh beliau Bpk. Ali Muin, yang juga Dekan Fakultas Ushuluddin & Dakwah IAINU Kebumen.

Tidak ada komentar: