Minggu, 01 Mei 2016

AHLU ALKITAB DALAM AL-QUR'AN SURAT AL BAYYINAH



  A.    PENDAHULUAN
Sebagai umat islam tentunya tidak jarang kita mendengar ataupun membaca term Ahlu Al kitab dalam Alqur’an, namun belum tentu kita semua paham dengan maksud dari term tersebut, apalagi dengan konteks ayat yang tidak sama . Kata Ahlu Al Kitab di dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antara ayat-ayat tersebut terdapat beberapa pemahaman yang berbeda mengenai eksistensi mereka. Sementara wacana ke arah dialog antara agama mengarah kepada bentuk pluralisme yang menyejajarkan seluruh agama samawi yang ada, dalam hal ini Islam, Yahudi dan Nasrani. Dalam skala yang lebih luas, definisi ahli kitab mengalami perluasan makna, tidak hanya mereka yang memiliki kitab samawi namun juga setiap agama yang memiliki kitab suci bisa disebut ahli kitab.
Kata ahl   dapat berarti keluarga, kerabat,pengikut, penghuni penguasa.  Ahl ar-rajul  artinya adalah istrinya, ahl ad-dâr artinya penduduk kampung, ahl al-'amr  artinya penguasa,  ahl al-madzhab artinya orang-orang yang beragama dengan mazhab tersebut, ahl al-wabar artinya penghuni kemah (pengembara), ahl al-madar atau ahl al-hadhar artinya orang yang sudah tinggal menetap.[1] Sedangkan  kata Kitab atau Al-Kitab maka sudah familier di Indonesia yaitu bermakna buku, dalam makna yang lebih khusus yaitu kitab suci. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ahlul kitab adalah ahli yaitu orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain al-Qur’an.[2] Sedangkan Ahli Kitab menurut terminology adalah “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah) Di antara mereka adalah Kaum Yahudi dan Nasrani.
Dlam kesempatan kali ini saya akan berusaha menyampaikan sedikit tentang kajian tafsir mengenai Ahlu al kitab dalam Alqura’an surat Bayyinah , karena saya belum mampu mengkaji keseluruhan term tersebut dalam Al qur’an yang menurut Quraish Shihab terulang sebanyak 31 kali.[3] Karena keterbatasan saya serta untuk menghindari pembahasan yang terlalu jauh dan menyimpang dari focus pembahasan maka saya menukil pendapat-pendapat Ibnu Katsir tentang ahlu Al kitab dalam Al Qur’an surat Al Bayyinah, dalam kitab Tafsir Al Qur’anu Al’adzim dan pendapat-pendapt ulama yang lain sebagai pendukung. 
  B.     POKOK PEMBAHASAN
Tafsir term  Ahlu Al Kitab Dalam Alqur’an surat Al Bayyinah:1, dalam kitab tafsir Al Qur’an Al’adzim karya ibnu Katsir :[4]
لم يكن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين منفكين حتى تأتيهم البينة
Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. 
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Amar bin Abi Ammar berkata, “Aku mendengar Abu Hibbah Al Badri, yaitu Malik bin Amr bin Tsabit Al Anshari mengatakan : “ketika turun surat Al byyinah ayat:1 Jibril berkata, ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya Tuhanmu memerintahkan kepadamu untuk membacakannya kepada Ubay.’ Lalu Rasulullah mengatakan kepada Ubay ‘sesungguhnya Jibril menyuruhku untuk membacakan surat ini kepadamu.’ Ubay bertanya, ‘ sungguhkah aku telah disebutkan disana ya Rasulullah?’  Rasulullah menjawab ‘betul’ Kemudian Ubay menangis.
Diriwayatkan oleh AL Hafidz Abu Musa Al Madini dan Ibnul Atsir dari jalan Zuhri dari Ismail bin Abi Kultsum dari Mathar Al Muzanni atau Al Madanni bahwa Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya Allah mendengar bacaan lam yakunilladzina kafaruu dan berfirman, ‘berikanlah kabar gembira kepada hamba-Ku , demi keperkasaan-Ku, Aku tidak akan pernah melupakanmu sesaatpun didunia maupun diakhirat nanti.
أما أهل الكتاب فهم: اليهود والنصارى،
Adapun yang dimaksud Ahlu Al kitab dalam ayat ini ( menurut Ibnu Katsir) adalah orang-orang yahudi dan Nashrani
Ulama asal Indonesia yaitu Quraish Shihab[5] menjelaskan bahwa Kesan umum yang diperoleh  bila Al-Qur'an menggunakan kata Al-Yahud maka isinya adalah kecaman atau gambaran negative tentang mereka.  misalnya firman-Nya tentang kebencian orang Yahudi terhadap kaum Muslim (QS Al-Maidah [5]: 82), atau ketidakrelaan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kaum Muslim sebelum umat Islam mengikuti mereka (QS Al-Baqarah [2]: 120), atau pengakuan mereka bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah putra-putra dan kinasih Allah (QS Al-Ma-idah [5]: 18), atau pernyataan orang Yahudi bahwa tangan Allah terbelenggu (kikir) (QS Al-Maidah [5]: 64), dan sebagainya. Bila Al-Qur'an menggunakan Al-Ladzina Hadu, maka kandungannya ada yang berupa kecaman, misalnya terhadap mereka yang mengubah arti kata-kata atau mengubah dan menguranginya (QS Al-Nisa, [41]: 46), atau bahwa mereka tekun mendengar (berita kaum Muslim) untuk menyebarluaskan kebohongan (QS Al-Maidah [5]: 41), dan ada juga yang bersifat netral, seperti janji bagi mereka yang beriman dengan benar untuk tidak akan mengalami rasa takut atau sedih. (QS Al BAqarah[2] : 62) 
Kata Nashara sama penggunaannya dengan Al-Ladzina Hadu, terkadang digunakan dalam konteks positif dan pujian misalnya surat Al-Maidah [5]: 82 yang menjelaskan tentang mereka yang paling akrab persahabatannya dengan orang-orang  Islam; dan di kali lain dalam konteks kecaman, seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 120 yang berbicara tentang ketidakrelaan mereka terhadap orang Islam sampai kaum Muslim mengikuti mereka. Dalam kesempatan lain kandungannya bersifat netral: bukan kecaman bukan pula pujian, seperti
dalam surat Al-Hajj [22]; 17 yang membicarakan tentang putusan Tuhan yang adil terhadap mereka dan kelompok-kelompok lain, kelak di hari kemudian. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa bila Al-Qur'an menggunakan Al-Yahud, maka pasti ayat tersebut berupa
kecaman atas sikap-sikap buruk mereka, dan jika menggunakan kata Nashara, maka ia belum tentu bersikap kecaman, sama halnya dengan Al-Ladzina Hadu.
والمشركون: عَبَدةُ الأوثان والنيران، من العرب ومن العجم.
Yang dimaksud orang musyrik adalah para penyembah berhala dan api, baik Arab ataupun non Arab

وقال مجاهد: لم يكونوا { مُنْفَكِّينَ } يعني: منتهين حتى يتبين لهم الحق. وكذا قال قتادة. { حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ } أي: هذا القرآن؛ ولهذا قال تعالى: { لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ } ثم فسر البينة بقوله: { رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً } يعني: محمدًا صلى الله عليه وسلم، وما يتلوه من القرآن العظيم 

 Mujahid mengatakan keadaan mereka “tidak akan meninggalkan”, yaitu tidak akn berhenti sehingga kebenaran jelas dihadapan mereka. “sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,” yaitu Al Qur’an ini. Kemudian Allah menjelaskan dengan firman berikutnya “yaitu seorang Rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan,” maksudnya adlah Muhammad dan apa yang beliau bacakan, yaitu Al qur’an yang mulia.[6
Adapun firman Allah yang menyinggung Ahlu al kitab pada ayat ke empat :
وما تفرق الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءتهم البينة
Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.
 Yang dimaksud dalam ayat ini adalah umat terdahulu yang menerima kitab-kitab. Setelah hujjah ditegakkan dan keterangan begitu jelas, merekapun terpecah dan berselisih pendapat tentang maksud yang dikehendaki oleh ayat yang tertera dalam kitab-kitab mereka.[7] Allah ta’ala menggambarkan orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik bahwa mereka akan kekal didalam neraka. “mereka adalah seburuk-buruk makhluk.”
Dari sini tersirat bahwa seluruh ulama sepakat bahwa ahli kitab yang terdiri dari Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Kekafiran mereka disebabkan keyakinan mereka yang menganggap bahwa Tuhan itu memilik anak. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَقَالَتِ ٱلْيَهُودُ عُزَيْرٌ ٱبْنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ ٱللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَٰهِهِمْ ۖ يُضَٰهِـُٔونَ قَوْلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَبْلُ ۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? QS At-Taubah : 30.
Dalam pandangan Islam, status Ahlul Kitab jelas termasuk kategori kufur. Menurut Imam al-Ghazali (w. 505 H) kufur berarti pendustaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya[8]. Abu Zahrah mengatakan bahwa mengingkari (kufur) Muhammad berarti mengingkari syariat Allah secara keseluruhan. Ini karena, syariat yang dibawa Nabi Muhammad merupakan pelengkap dan penutup syariat Allah.[9]
Inilah yang dimaksud oleh al-Thabary sebagai ukuran keimanan bagi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Yakni, pembenaran mereka terhadap kenabian Muhammad saw dan ajaran yang dibawanya.[10] Bahkan Ibn Katsir lebih menekankan bahwa kedua kelompok tersebut jika tidak mengikuti Muhammad saw, dan tidak meninggalkan sunnah Nabi Isa dan Kitab Injil, maka akan binasa. 
Lebih jauh dikatakan Ibn Katsir: “(Ukuran) keimanan orang-orang Yahudi adalah jika mereka berpegang kepada Taurat dan sunnah Nabi Musa hingga datang periode Nabi Isa. Pada periode Nabi Isa, orang-orang yang berpegang pada Taurat dan sunnah Nabi Musa dan tak mengikuti Nabi Isa, maka mereka akan binasa. Sementara (ukuran) keimanan orang-orang Nasrani adalah jika berpegang kepada Injil dan syari’at Nabi Isa. Keimanan orang tersebut dapat diterima hingga datang periode Nabi Muhammad saw. Pada periode Nabi Muhammad saw ini, orang yang tidak mengikutinya dan tidak meninggalkan sunnah Nabi Isa dan Kitab Injil, maka binasa[11]
Ini menunjukkan bahwa memang keadaan manusia pada waktu itu, baik dari segi sosialnya bahkan akidahnya, benar-benar mengkhawatirkan. Masyarakat Musyrik ‘Arab, golongan Yahudi dan Nasrani menjadikan patung-patung,  para rahib dan pendeta sebagai tuhan-tuhan. Maka, amat sangat perlu diutus seorang Rasul untuk memurnikan akidah mereka, yakni Muhammad SAW. Dan mereka wajib mempercayainya dan ajaran yang dibawanya.   
Ini menunjukkan relevansi pernyataan kedua ulama (al-Thabary dan Ibn Katsir) sebelumnya, bahwa ukuran keimanan Yahudi dan Nasrani adalah dengan memeluk Islam. Perintah ini sejatinya sudah dikabarkan oleh Kitab Suci mereka sendiri. Namun seakan mereka tidak mendengar dan malah menyembunyikan kabar tersebut. Al-Qur’an mengabarkan pembangkangan mereka dalam surat Alu ‘Imran: 71: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?”
Menanggapi ayat tersebut, para Mufassir menjelaskan bahwa Ahli Kitab menyembunyikan kabar tentang kenabian Muhammad di dalam Kitab Suci mereka, Taurat dan Injil.[12] Menyembunyikan kenabian Muhammad berarti menyembunyikan datangnya agama Islam. Menurut al-Thabary, inilah yang menyebabkan mereka disebut kafir. Secara eksplisit, Ahli Kitab diidentifikasi sebagai orang-orang kafir sebagaimana halnya orang-orang musyrik. Dalam surat al-Bayyinah: 1
Allah berfirman, “Orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” 
Istilah kufur dalam ayat tersebut, menurut Ibn ‘Asyur, ialah orang-orang yang menentang dan menolak kerasulan Muhammad.[13] Kekafiran Ahli Kitab dalam ayat ini sangat jelas, sama halnya dengan kekafiran orang musyrik, yakni sama-sama menentang dan menolak ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. 
Walaupun seluruh umat Islam sepakat tentang kafirnya kaum Yahudi dan Nasrani, namun ada beberapa kelompok yang menyatakan bahwa tidak ada dalam Al-Qur’an ayat yang secara tegas menyebutkan bahwa mereka itu kafir. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلصَّٰبِـُٔونَ وَٱلنَّصَٰرَىٰ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barang siapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. QS Al-Baqarah : 62.
Menurut orang-orang yang mengaggap bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak kafir ayat ini jelas-jelas menunjukan bahwa ketika mereka berbuat baik juga akan mendapatkan pahala dari sisi Allah ta’ala dan mereka tidak bersedih hati. 

Padahal para mufasirin menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang ahli kitab sebelum kedatangan nabi di mana mereka mengamalkan semua yang ada di dalam taurat dan Injil ketika belum banyak terjadi perubahan.

  C.     PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dari urain diatas dapat kita ketahui bahwa Ahlu alkitab yang dimaksud dalam alqur’an surat Al Bayyinah adalah orang – orang yahudi dan nashrani, dan mereka tergolong orang-orang kafir, adapun golongan yang menganggap tidak semua ahlu al kitab itu kafir, menurut hemat penulis itu hanyalah sebagai bentuk toleransi antar umat, selama mereka tidak memusuhi orang-orang muslim dan membuat kerusakan.
Semoga dengan menelaah penafsiran para ulama  kita dapat bersikap lebih bijak dalam menjalani kehidupan dengan segala bentuk pluralisme yang ada, dan mengaggap bahwa perbedaan adalah bagian dari rahmat yang diciptakan oleh Allah bagi makhluk-Nya, demi terwujudnya kerukunan dan perdamaian antar umat khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mundzir, Ibnu, Lisanu Al ‘Arab, (Dar Al Ma’aarif,1119),Pdf, tt
Shihab, M. Quraish Wawasan Al Qur’an,Pdf
Katsir, Ibnu, Tafsir Al Qur’an Al Adzim, Pdf,
Al-Ghazali,Abu Hamid  Fayshol al-Tafriqoh Baina al-Islam wa al-Zindiqoh, (Tanpa tempat dan penerbit, cet. I, 1992
Muhammad Abu Zahrah, Zuhrotu al-Tafasir, jil. II, Kairo: Daar al-Fikr al-‘Araby, tt 
‘Asyur, Ibn  Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir
Al-Thabary, Ibnu Jarir Tafsir al-Thabari, Juz. 2
Diolah juga dari : http://majelispenulis.blogspot.co.id/2011/12/ahli-kitab-dalam-perspektif-al-quran.html, pada senin 05 Oktober 2015


[1] Ibnu Mandzur, Lisan Al Arab
[2] Kbbi of line,
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, hlm. 348
[4] Ibnu Katsir…………..,hlm.420
[5] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, hlm. 347
[6] Ibnu Katsir………….,hlm.423
[7] Ibid …………………….,hlm.424
[8] Abu Hamid al-Ghazali, Fayshol al-Tafriqoh Baina al-Islam wa al-Zindiqoh, (Tanpa tempat dan penerbit, cet. I, 1992
[9]Muhammad Abu Zahrah, Zuhrotu al-Tafasir, jil. II, Kairo: Daar al-Fikr al-‘Araby, t.thn. 
[10] Ibn Jarir al-Thabary, Tafsir al-Thabari, Juz. 2
[11] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, jil. I
[12] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jil. III
[13] Ibn ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

Jumat, 01 Januari 2016

FADLAILU AL-QUR'AN



1.      PENDAHULUAN
Aqur’an merupakan kitab suci umat islam diseluruh belahan dunia tidak terbatas pada suku, ras ataupun nasab. Kitab suci yang diyakini kebenarannya tanpa ada sedikitpun keraguan padanya sebagai manifestasi rukun iman yang ketiga dari rukun iman yang enam. Sudah menjadi hal yang mafhum dikalangan intelektual muslim bahwa pengertian Al qur’an secara sederhana adalah firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat jibril dan membacanya merupakan ibadah. Akan tetapi keistimewaan Al qur’an sebagai wahyu Allah tentu tidak hanya karena ia berasal dari-Nya, melainkan ia membawa misi keadilan, pluralisme, pembebasan, kemanusiaan dan keadaban,[1]dari segi bacaan keutamaan Al quran dibanding kitab-kitab samawi yang turun sebelumya adalah jumlah kosa katanya yang mencapai 77.439 dengan jumlah huruf 323.015[2] serta keutamaan-keutamaan lainnya yang tidak akan pernah bisa dihitung. Quraish shihab berkomentar, bahwa Al qur’an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan qalbu, pikir dan dzikir, iman dan ilmu.[3] Menurut Al Ghazali Al Qur’an adalah kitab suci yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, dari sekian banyak ilmu yang disebutkan didalamnya ia mengklasifikasikan ayat-ayat Al Qur’an menjadi enam kelompok, yaitu ayat teologi, ayat eskatologi, ayat tentang alam dan manusia, ayat qisas, ayat kauniyyah dan ayat hukum.[4]
Ketika berbicara tentang Fadlailul Qur’an (keutamaan-keutamaan Al qur’an) pastilah tidak akan pernah ada habisnya, karena semua ajaran kebaikan terkandung didalamnya segala bentuk disiplin ilmu juga tercakup didalamnya, petunjuk pada jalan yang lurus bagi orang orang yang beriman. Maka karena begitu banyaknya keutamaan tersebut tentu kita harus mampu menyebutkan beberapa diantaranya. Dengan alasan itulah saya mencoba menyampaikan sedikit dari beberapa keutamaan-keutaman tersebut, serta membatasinya agar tetap focus dan tidak melebar  terlalu jauh serta tetap pada ruang lingkup pembahasannya, saya mencoba melihat keutamaan-keutamaan tersebut berdasarkan beberapa ayat Al qur’an dan juga hadist.
Sebelum dan sesudahnya saya mohon maaf apabila dalam pembahasan materi ini terdapat banyak kesalahan karena menukil dari beberapa sumber secara parsial. Semoga materi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,  Amien.
2.      PEMBAHASAN
Fadlailu Al qu’an dapat didefinisikan sebagai keutamaan-keutamaan Al qur’an sesuai dengan tujuan diturunkannya, yaitu untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa serta memantapkan keyakinan Nabi dan seluruh umatnya, untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, menciptakan persatuan dan kesatuan, mengajak manuisa berfikir dan bekerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,[5]membawa misi revolusi  atau perubahan kearah yang lebih baik, petunujuk kepada jalan yang lurus, petunjuk untuk membuka mata hati manusia dari kehampaan yang menghinggapinya. Cara mengetahui keutamaan lainnya diantaranya dapat kita pelajari dari ayat-ayatnya yang menunujukan fungsi dan sifatnya. Hal inipula yang oleh para ulama digunakan sebagai rujukan dalam memberikan sebutan ( nama lain bagi Al qur’an),[6] diantara keutaman-keutamaan tersebut adalah:
1.      Sebagai petunjuk
Sebagaimana firman Allah :
ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah: 2 )
Dalam ayat ini tersirat pengertian bahwa salah satu keutamaan Al qur’an adalah sebagai petunjuk.  AL kitab merupakan salah satu nama dari Al qur’an , menurut  As Suyuti dinamai Al kitab karena Al qur’an mengumpulkan banyak ilmu, kisah dan berita.[7]
2.      Pemisah antara yang hak dan yang bathil
Allah berfirman:
تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. (Q.S Al Furqan: 1)
Keutamaan Al Quran salah satunya adalah sebagai pemisah antara yang hak dan yang batihil (yang benar dan yang salah).Dengan demikian kedudukan Al qura’an dalam hal ini sangat erat hubungannya dengan keutamaan yang pertama diatas (sebagi petunjuk). Al qur’an memberikan petunjuk kepada umat manusia pada jalan yang lurus agar manusia dapat mengetahui perkara yang hak dan yang bathil, yang diperintahkan dan yang dilarang, yang halal dan yang haram.

3.      Sebagai pengingat (dzikir kepada Allah)
     Allah menyampaikannya dalam Al qur’an surat Al Hijr ayat 9 :
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”(Q.S Al hijr : 9)
Adz Dzikr artinya ingat, mengingatkan.Al quran sebagai yang pengingat/mengingatkan karena didalamnya terkandung pelajaran dan nasehat dan kisah umat masa yang lalu. Ketika manusia merasa hampa bingung, bimbang, gundah gulana, lupa akan segala nikmat yang telah Allah berikan, dengan membaca Al Qur’an umat isalm percaya bahwa hal itu akan kembali mengingatkannya kepada Allah Tuhan semesta alam.
4.        Sebagai obat bagi segala penyakit
     Keutamaan Al qur’an selanjutnya adalah bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi segala penyakit. Baik penyakit jasmani ataupun rohani. Hubungannya dengan jasmani , syaikh Abu AL Qasim Al Qusyairy menceritakan bahwa ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepadanya “ mengapa Engkau terlihat sedih?” Qusyairy menjawab ”anak saya sakit dan bertambah parah”. Rasulullahpun berkata “Aku akan menunjukan kepadamu ayat-ayat penawar penyakit, yaitu surat yunus 57, surat Al isra 82, surat As syuara 80, surat Fushilat 44”. Kemudian dibacakannlah ayat-ayat tersebut masing-masing tiga kali. Dengan pertolongan Allah anaknyapun sembuh dari sakit.[8] Selain itu dalam sejarah juga banyak disampaikan jelas bahwa sumber ilmu kedokteran yang utama terdapat dalam Al qur’an, hal tersebut terbukti dari lahirnya karya para ilmuan muslim seperti ibnu sina yang ilmu-ilmu pengobatan yang dihasilkan olehnya merupakan hasil pengembangan dari petunjuk Al qur’an.
     Sedangkan keutamaan Al qur’an sebagaimana fungsinya sebagai obat rohani diantaranya dapat dipahami dari firman Allah :
يا أيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS Yunus: 57).
Orang yang tidak merasa tenang , aman serta tentram adalah orang yang sakit rohani atau mentalnya. Dalam hal ini para psikolog muslim berpendapat bahwa penyakit-penyakit rohani dapat dicegah dan disembuhkan dengan pendekatan terapi keagamaan yang merujuk pada Al qur’an.[9]
Selain dari ayat-ayat Al Qur’an, fadlailu Al qur’an juga dapat kita ketahui dari hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh para sahabat, seperti hadist marfu yang diriwayatkan oleh imam Daramie dari Abdullah bin Umar :[10]
القران احبّ الى الله من السموات والارض ومن فيهن
“Al Qur’an lebih dicintai oleh Allah dari pada langit dan bumi dan segala isinya “. (H.R Daramie)
Hadist diatas menjelaskan bahwa begitu istimewanya Al Qur’an dihadapan Allah SWT. Keistimewaannya melebihi langit dan bumi serta seluruh isinya, tidak ada hal yang lebih berharga kecuali Al qur’an, segala sesuatu yang dimiliki oleh manusiapun menjadi tidak bernilai jika mereka berpaling dari Al Qur’an, sebaliknya niscaya cinta Allah juga akan dilimpahkan kepada hamba-Nya jika hamba tersebut berpegang teguh pada kitab Allah itu, membacanya, mempelajarinya dan menjalankan hukukm-hukum sesuai dengan petunujuk yang ada didalamnya. Keutamaan yang lain juga dapat kita lihat dari hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ra “sesungguhnya terdapat banyak kebaikan didalam rumah yang dibacakan Al qur’an, dan sebaliknya sangat sedikit kebaikan didalam rumah yang tidak dibacakan Alqur’an.”[11] Imam As Suyuthi mencantumkan dalam kitabnya Al itqan fi Ulumi Al qur’an[12] dari hadist yang diriwayatkan oleeh bukhari musim, Sahabat Usman bin Affan berkata bahwa  Rasulullah SAW bersabda :
افضلكم من تعلّم القران و علّمه
“sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al qur’an dan mengajarkannya.”( mutafaq Alaih).
Semangat yang didapat dari hadist ini adalah bahwa orang yang belajar Al qur’an dikategorikan sebagai orang terbaik apalagi bagi yang nmau mengajarkannya pada orang lain.[13]Abdullah ibnu Mas’ud berkata bawa Rasulullah SAW bersabda “siapa saja yang membaca satu huruf dari Al qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, dan setiap satu kebaikan dilipat gandakan menjadi sepuluh kebaikan misalnya aku (Rasulullah ) tidak mengatakan Alif-Lam-Miem satu huruf akan tetapialif satu huruf, lam satu huruf dan miem satu huruf. (HR. Tirmidzi, hadist hasan sohih). Secara eksplisit hadist ini  menegaskan bahwa membaca satu huruf saja dari huruf-huruf Al qur’an sudah mendapatkan pahala yang berlipat-lipat.
Didalam Al qur’an ada beberapa ayat dan ayat yang diutamakan untuk selalu dibaca mengingat banyaknya manfaat yang terkandung didalamnya.[14] Namun hal tersebut bukan berarti ayat-ayat tersebut mengecilkan keistimewaan ayat atau surat yang lain, Seperti surat yasin yang dibaca setiap malam jum’at sudah menjadi tradisi atau budaya disebagian masyarakat muslim khususnya di Indonesia, begitu juga surat At Taubah, surat Maryam, surat yusuf yang dibaca pada saat usia kehamilan seorang ibu menginjak masa empat atau tujuh bulan. Berikut ini kami sajikan beberapa ayat dan surat Al qur’an yang diyakini memiliki keutamaan tertentu oleh umat islam .
1.      Keutamaan Surat Al-fatihah
Surat Al fatihah merupakan surat pertama dalam susunan mushaf Al qur’an. Surat ini juga menjadi surat yang paling seing dibaca oleh umat islam terutama ketika mendirikan sholat. Beberapa hadist nabi Muhammad SAW yang menjelaskan keutamaan surat Al fatihah sebagaimana diriwayatkan imam oleh Baihaqi:
الفاتحة لما قرئت له
Artinya :”Al Fatihah itu memberi manfaat sesuai tujuan dibacakannya.” (H.R Baihaqi).
Selain imam baihaqi Ulama hadist yang lain seperti imam A Tirmidzi, imam An Nasai, imam Al Hakim,imam Ahmad dan imam bukhari yang pada intinya sama yaitu meriwayatkan hadist tentang keutamaan Al qur’an.[15]
2.      Keutamaan surat Al Baqarah
Diceritakan dari Abu Ubaid, dari Anas, Rasulullah SAW bersabda:
ان الشيطان يخرج من البيت اذ سمع سورة البقرة تقرء فيه
Sesungguhnya setan akan keluar dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah. (HR. Muslim)[16]
Selain imam muslim, imam Baihaqi juga meriwayatkan hadist tentang keutamaan surat Al baqarah “Barang siapa yang membaca surat Al Baqarah dimalam apapun, maka ia akan diberi mahkota kelak didalam surga.”
3.      Keutamaan surat Yasin
Surat yasin adalah salah satu surat yang paling sering dibaca dikalangan masyarakat muslim, surat ini di yakini mempunyai banyak manfaat bagi yang membaca ataupun yang dibacakannya, yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Ibnu Adi meriwayatkan:
“saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
من زار قبر والديه او احدهما يوم الجمعة فقرء عندها يس غفر له
“barangsiapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya dihari jum’at lalu ia membaca surat yasin, maka akan diampuni dosanya (yang dibacakan)”.
4.      Keutamaan surat Al IKhlas, Af Falaq dan An Naas
Ketiga surat ini dalah surat-surat pendek yang mudah dibaca dan juga dihafalkan, semua umat islam pasti sudah mengenal surat ini, mendengar ataupun juga membacanya. Tidak hanya ayatnya yang pendek-pendek tetapi juga keutamaanya senantiasa diharapkan oleh mereka sesuai dengan doa yang mereka panjatkan. Imam bukhari meriwayatkan hadist Nabi yang menjelaskan bahwa surat An Naas sebanding dengan sepertiga Al qur’an. Surat An Naas dan Al falaq memiliki fungsi untuk memohon pertolongan dari godaan kejahatan  jin dan juga manusia, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dengan cara membacanya. Aisyah ra meriwayatkan hadist yang berbunyi “ barang siapa yang membaca surat Al fatihah, An Naas dan Al ikhlash sebanyak tiga kali setelah shalat jum’at maka Allah akan menjaganya dari kejelekan sampai hari jum’at yang akan datang”.[17]

3.      PENUTUP
Sedikit pembahasan tentang fadlailu Alqur’an ( keutamaan-keutamaan Al qur’an ) semoga membawa banyak manfaat, bahwa Al qur’an bukan hanya mewajibkan pendekatan religious yang bersifat ritual, tapi keutamaan Al quran mencakup segalanya, sebagai sumber hukum yang fundamental Al qur’an menyimpan keistimewaan yang menjanjikan kebahagiaan bagi orang-orang yang membacanya, menghafalkannya dan menjaganya. Allah tidak akan pernah menelantarkan  hambanya yang memohon perlindungan kepada-Nya dengan perantaraan AL qur’an, Dia telah memberikan pedoman yang sempurna, yang keutamannya tidak akan pernah habis dibahas oleh seluruh umat manusia, yaitu Al qur’an,  bagi manusia  yang percaya akan keutamaan-keutamaan Al qur’an, membacanya dan mengamalkan tuntunannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Riyadi, Ahmad, Filsafat pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2010.
Shihab, Quraish Wawasan Al qur’an,.tt
Ilyas,Yunahar Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013.
As suyuthi, Jalaluddin, Al itqan fi ‘Ulumil Qur’a,tt
Soleh,Muhammad, dkk, Teks dan Kontekstualisasi Amaliyyah Aswaja, Kebumen: Stainu Press,2012.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers,2010.

Kurdi dkk,  Hermeneutika Al Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: elSAQ  Press, 2010.

Az Zarkasyi , Al Burhan Fi Ulumil Qur’an juz 1…….


[1]Ahmad Ali Riyadi, Filsafat pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2010, hlm.40
[2] Qurais Shihab, Wawasan Al qur’an, hlm.4
[3]Ibid…………, hlm.7
[4] Kurdi , Hermeneutika Abu Hamid Al Ghazali, dalam Hermeneutika Al Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: elSAQ  Press, 2010, hlm.18-20
[5]Qurais Shihab, Wawasan Al qur’an, hlm.7
[6] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013, hlm.19
[7] As suyuthi, Al itqan fi ‘Ulumil Qur’an Jilid 1, hlm.146
[8] Az Zarkasyi , Al Burhan Fi Ulumil Qur’an juz 1, hlm.435-436
[9] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers,2010, hlm.177
[10]As Suyuthi, Al Itqan fi Ulumi Al qur’an juz VI, hlm.2100
[11] Ibid…….,hlm.2101
[12] Ibid…., hlm.2108
[13] M. Soleh dkk, Teks dan Kontekstualisasi Amaliyyah Aswaja, Kebumen: Stainu Press,2012,hlm.2
[14] Ibid………….,hlm.6
[15] As suyuthi, Al itqan fi ‘Ulumil Qur’an Jilid VI, hlm.2111
[16]Ibid……….., hlm.2112
[17] Ibid………..,hlm.2137