Setiap
penulis mungkin akan mengawali pembahasan tentang Ahlussunnah Wal Jamaah dari
sisi yang berbeda. Barangkali apa yang akan saya bahas disini memiliki
kemiripan dari segi keruntutannya. Sering dijumpai bahwa ketika kita belajar
tentang materi Aswaja dimulai dari pembahasan pengertiaanya baik secara
etimologi (bahasa) ataupun secara terminology (isthilah).
A. Pengertian Ahlussunnah Waljamaah
Seacra
bahasa Ahlussunnal Wal Jamaah berasal dari tiga kata bahasa Arab yaitu Ahlun
yang berarti keluarga, kelompok, golongan. Assunnah berarti segala
sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa ucapan, perbuatan
ataupun ketetapan. Al Jamaah berarti para Sahabaat Rasulullah SAW.
Dalam isthilah ilmu kalam (theology islam) Ahlussunah Wal Jamaah adalah
Kelompok yang senantiasa konsisten mengikuti ajaran Nabi dan para sahabatnya. Akan
tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah dikenal
sebagai suatu isthilah tidak lebih awal dari praktek-prakteknya. Pada masa
Rasulullah masih hidup Ahlussunnah Waljamaah adalah umat islam secara
keseluruhan. Jika ada perbedaan pendapat atau ketidak pahaman akan suatu hal
dikalangan ummat segera disampaikan kepada Rasulullah dan segera didapatkan
solusinya tanpa ada yang membantahnya. Didalam Alquran juga tidak ditemukan
term Ahlussunnah Wal Jamaah. Isthilah yang dirujuk oleh para ahli sebagai
hujjah adalah kutipan hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Umar, yaitu ما انا عليه اليوم وأصحابي dalam hadist tersebut
dijelaskan bahwa golongan yang yang akan selamat ketika ummat terpecah belah
adalah golongan yang konsisten mengikutu ajaran Nabi dan para sahabatnya.
B. Aswaja
untuk menisbatkan sebuah firqah (golongan)
Benih-benih
perpecahan mulai muncul pasca wafatnya Rasulullah SAW, sebagian kelompok menganggap
bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib RA lebih pantas menerima estafet kepemimpinan
Rasulullah SAW karena beliau adalah keponakan dan juga menantu Rasulullah SAW,
meski secara mufakat tanpa ada ketegangan yang berarti Abu Bakar As Shidiq pada
akhirnya yang diangkat menjadi khalifah pertama. Kondisi yang tidak jauh
berbeda berlangsung pada khalifah kedua dan ketiga yaitu umar bin Khatab dan
Ustman bin Affan. Pasca terbunuhnya khalifah ketiga Ustman bin Affan sejarah
mencatat perpecahan umat islam yang begitu memilukan. Terpilihnya Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah keempat yang tidak mendapat dukungan dari sebagian
tokoh Islam seperti istri Rasulullah yaitu Aisyah RA yang berujung pada perang jamal, serta
gubernur Muawwiyah bin Abi sofyan yang sejak awal tidak sepakat Ali bin Abi
Thalib menjadi khalifah dan pada akhirnya melakukan pemberontakan yang memuncak
pada perang siffin dan mengkristal pada proses tahkim (Abritase / perundingan)
antara pihak Ali RA yang diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dari
pihak Muawiyyah. Hasil tahkim yang secara politik menguntungkan Muawiyyah yang
pada awalnya sudah kalah dalam peperangan, pada akhirnya membuat lengsernya Ali
RA dari kursi kekhalifahan. Kondisi tersebut membawa konsekwnsi pada kekecewaan
dan perpecahan umat islam menjadi beberapa firqah (kelompok). Kelompok Ali RA
terpecah menjadi dua, yaitu kelompok yang stia kepada beliau (dalam sejarah
selanjutnya sisebut Syiah) dan kelompok yang keluar dari barisan Ali RA (yang
selanjutnya dikenal dengan sebutan Kwarij). Kelompok Muawiyyah belakangan
membuat sayap politik untuk meligitimasi kelompoknya, kelompok ini disebut
Jabariyyah yang mengakomodasi ajaran fatalism yaitu ajaran yang menganggap
bahwa yang terjadi didunia adalah takdir dan
harus diterima apa adanya. Sebagai respon dari kelompok fatalisme ini
muncul juga kelompok Qodariyyah yaitu aliran yang menganggap bahwa segala
sesuatu sesuai kehendak manusia, dan Tuhan tidak berperan apa-apa. Kelompok ini
dipelopori oleh cucu Ali bin Abi Thalib yang bernama Muhammad bin Ali bin Muhammad
bin Ali bin Abi THalib
Ditengah maraknya firqah-firqah
dalam islam yang masing-masing mengklaim firqahnya paling benar hingga
mengkafirkan dan membunuh sesama muslim yang berbeda firqah, muncul beberapa
kelompok yang tidak mau ikut campur dalam hiruk pikuk politik yang terjadi pada
dunia islam pada masa itu, mereka lebih memilih mensyiarkan agama islam,
berkonsentrasi mempelajari Al Qura’an, hadist serta ilmu pengetahuan yang
kemudian diajarkan kepada anak turunnya, sehingga golongan ini nantinya diakui
sebagai penjaga syariat yang murni dari Rasululah SAW tanpa kepentingan
politik. Mereka diantaranya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Said Al Khudri dan
lain-lain. Golongan inilah yang dalam sejarah tercatat sebagai cikal bakal
golongan Ahlussunnah Wal Jamaah.
Jangan
berhenti Belajar !!!
Jangan
berhenti pada satu referensi !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar