Senin, 08 Januari 2018

SINAU ASWAJA, dimulai dari mana ??



Setiap penulis mungkin akan mengawali pembahasan tentang Ahlussunnah Wal Jamaah dari sisi yang berbeda. Barangkali apa yang akan saya bahas disini memiliki kemiripan dari segi keruntutannya. Sering dijumpai bahwa ketika kita belajar tentang materi Aswaja dimulai dari pembahasan pengertiaanya baik secara etimologi (bahasa) ataupun secara terminology (isthilah).
A.    Pengertian  Ahlussunnah Waljamaah
Seacra bahasa Ahlussunnal Wal Jamaah berasal dari tiga kata bahasa Arab yaitu Ahlun yang berarti keluarga, kelompok, golongan. Assunnah berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa ucapan, perbuatan ataupun ketetapan. Al Jamaah berarti para Sahabaat Rasulullah SAW. Dalam isthilah ilmu kalam (theology islam) Ahlussunah Wal Jamaah adalah Kelompok yang senantiasa konsisten mengikuti ajaran Nabi dan para sahabatnya. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah dikenal sebagai suatu isthilah tidak lebih awal dari praktek-prakteknya. Pada masa Rasulullah masih hidup Ahlussunnah Waljamaah adalah umat islam secara keseluruhan. Jika ada perbedaan pendapat atau ketidak pahaman akan suatu hal dikalangan ummat segera disampaikan kepada Rasulullah dan segera didapatkan solusinya tanpa ada yang membantahnya. Didalam Alquran juga tidak ditemukan term Ahlussunnah Wal Jamaah. Isthilah yang dirujuk oleh para ahli sebagai hujjah adalah kutipan hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Umar, yaitu ما انا عليه اليوم وأصحابي  dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa golongan yang yang akan selamat ketika ummat terpecah belah adalah golongan yang konsisten mengikutu ajaran Nabi dan para sahabatnya.
B.     Aswaja untuk menisbatkan sebuah firqah (golongan)
Benih-benih perpecahan mulai muncul pasca wafatnya Rasulullah SAW, sebagian kelompok menganggap bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib RA lebih pantas menerima estafet kepemimpinan Rasulullah SAW karena beliau adalah keponakan dan juga menantu Rasulullah SAW, meski secara mufakat tanpa ada ketegangan yang berarti Abu Bakar As Shidiq pada akhirnya yang diangkat menjadi khalifah pertama. Kondisi yang tidak jauh berbeda berlangsung pada khalifah kedua dan ketiga yaitu umar bin Khatab dan Ustman bin Affan. Pasca terbunuhnya khalifah ketiga Ustman bin Affan sejarah mencatat perpecahan umat islam yang begitu memilukan. Terpilihnya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat yang tidak mendapat dukungan dari sebagian tokoh Islam seperti istri Rasulullah yaitu Aisyah  RA yang berujung pada perang jamal, serta gubernur Muawwiyah bin Abi sofyan yang sejak awal tidak sepakat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan pada akhirnya melakukan pemberontakan yang memuncak pada perang siffin dan mengkristal pada proses tahkim (Abritase / perundingan) antara pihak Ali RA yang diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash dari pihak Muawiyyah. Hasil tahkim yang secara politik menguntungkan Muawiyyah yang pada awalnya sudah kalah dalam peperangan, pada akhirnya membuat lengsernya Ali RA dari kursi kekhalifahan. Kondisi tersebut membawa konsekwnsi pada kekecewaan dan perpecahan umat islam menjadi beberapa firqah (kelompok). Kelompok Ali RA terpecah menjadi dua, yaitu kelompok yang stia kepada beliau (dalam sejarah selanjutnya sisebut Syiah) dan kelompok yang keluar dari barisan Ali RA (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Kwarij). Kelompok Muawiyyah belakangan membuat sayap politik untuk meligitimasi kelompoknya, kelompok ini disebut Jabariyyah yang mengakomodasi ajaran fatalism yaitu ajaran yang menganggap bahwa yang terjadi didunia adalah takdir dan  harus diterima apa adanya. Sebagai respon dari kelompok fatalisme ini muncul juga kelompok Qodariyyah yaitu aliran yang menganggap bahwa segala sesuatu sesuai kehendak manusia, dan Tuhan tidak berperan apa-apa. Kelompok ini dipelopori oleh cucu Ali bin Abi Thalib yang bernama Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi THalib
            Ditengah maraknya firqah-firqah dalam islam yang masing-masing mengklaim firqahnya paling benar hingga mengkafirkan dan membunuh sesama muslim yang berbeda firqah, muncul beberapa kelompok yang tidak mau ikut campur dalam hiruk pikuk politik yang terjadi pada dunia islam pada masa itu, mereka lebih memilih mensyiarkan agama islam, berkonsentrasi mempelajari Al Qura’an, hadist serta ilmu pengetahuan yang kemudian diajarkan kepada anak turunnya, sehingga golongan ini nantinya diakui sebagai penjaga syariat yang murni dari Rasululah SAW tanpa kepentingan politik. Mereka diantaranya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Said Al Khudri dan lain-lain. Golongan inilah yang dalam sejarah tercatat sebagai cikal bakal golongan Ahlussunnah Wal Jamaah.
Jangan berhenti Belajar !!!
Jangan berhenti pada satu referensi !!!

Tidak ada komentar: